TEMPO Interaktif, Jakarta - Tubagus Hassanuddin, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di DPR, punya pendapat lain soal hasil survei Indo Barometer yang menyebutkan warga merindukan kembali era Orde Baru di masa Presiden Soeharto. Menurut Hassanudin, yang lebih tepat memaknai fenomena ini adalah, warga sesungguhnya menginginkan orde yang lebih baik dari reformasi ini. Itu bisa diartikan, Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono gagal dalam meningkatkan kinerjanya.
"Ibu saya kalau disuruh memilih masa Belanda, Orde Baru, atau reformasi. Jawabannya memilih zaman Belanda karena giginya masih utuh," kata Hassanuddin di Jakarta, Senin 16 Mei 2011.
Hassanuddin sendiri mengaku tak tahu kuisoner yang diberikan kepada masyarakat, sehingga ada kesimpulan Orde Baru lebih baik dari era reformasi. Namun, dari hasil keliling ke masyarakat yang ada adalah kekecewan pada kinerja pemerintah. "Pemerintah perlu memperbaiki kinerjanya. Harus ada perbaikan dari Presiden. Capaiannya belum optimal."
Haris Azhar, Koordinator Eksekutif Nasional KontraS, menegaskan rezim SBY gagal mengimplementasikan membangun kedewasaan demokrasi dengan konten membangun kesejahteraan rakyat, keberpihakan pada masyarakat kecil, serta membangun keadilan pada masyarakat. "Secara manajerial tidak ada panutan. Yang muncul hanya satu janji dari satu sesi ke sesi lain," katanya.
Padahal, rezim SBY, kata Haris, diuntungkan oleh rezim transisi B.J. Habibie, Gus Dur, dan Megawati yang mendorong dan membangun aturan dan institusi yang menopang demokrasi. "Kegagalan SBY hari ini adalah gagal menggunakan instrumen itu. Modal hukumnya sudah ada."
Haris menegaskan, secara manajerial dan leadership pun tidak jadi panutan. Harusnya sebagai Presiden SBY muncul dan dijadikan satu modal. Semisal Nilson Mandela, walaupun hanya sekali jadi presiden, tapi punya agenda politik yang jelas membangun bangsa bersama dan berwarna. Perangkat dan aturan hukumnya bekerja sampai ke bawah. "SBY membangun janji satu baru reformasi, menggunakan perangkat masa lalu."
Dalam hasil survei terbaru yang dilakukan Indo Barometer bertajuk "Evaluasi 13 Tahun Reformasi dan 18 Bulan Pemerintahan SBY- Boediono", Soeharto masih menempati urutan pertama sebagai presiden yang paling disukai publik.
Dari survei yang melibatkan 1.200 orang itu, 36,54 persen responden dari seluruh Indonesia memilih Soeharto, lalu Susilo Bambang Yudhoyono sebesar 20,9 persen, Soekarno dengan 9,8 persen, Megawati dengan 9,2 persen, B.J. Habibie dengan 4,4 persen, dan Abdurrahman Wahid dengan 4,4 persen. Sayangnya, Indo Barometer tak mencantumkan peta wilayah publik terhadap presiden yang mereka sukai. Apakah mayoritas publik yang memilih Soeharto berada di Jawa atau Sumatra atau Indonesia Timur.
ALWAN RIDHA RAMDANI