Pasal yang dimaksud Ota - Mas Achmad Santosa, adalah pasal yang mengatur soal izin berobat seorang penghuni lapas. Pasal tersebut menyebutkan bahwa jika seorang narapidana sakit dan membutuhkan perawatan ekstra, ia dapat berobat ke rumah sakit pemerintah di luar lapas.
Syaratnya ada tiga, pertama narapidana tersebut mendapat surat rujukan dari dokter Lapas, kedua mendapat surat izin dari kepala Lapas, dan ketiga mendapat pengawalan, jika perlu melibatkan Polri.
Pasal 17 itu, menurut Ota, dapat menjadi celah untuk disalahgunakan, yakni membuka peluang bagi narapidana untuk berlama-lama keluar dari Lapas dengan alasan kesehatan. “Sebab, yang dilibatkan dalam pemberian izin hanya pihak Lapas saja,” tutur Ota.“Untuk mencegah permainan, butuh mekanisme kontrol yang lebih ketat,” tambahnya.
Pernyataan ini disampaikan Ota usai melakukan inspeksi mendadak terhadap keberadaan puluhan narapidana penghuni Lapas Cipinang, Jakarta Timur. Inspeksi mulai pada Sabtu (5/2) pukul 21.00 dan berakhir Minggu (6/2) dinihari pukul 03.00. Dua anggota Satgas, yakni Ota dan Denny Indrayana, menyambangi RS Abdi Waluyo, Jakarta Pusat, dan Lapas Cipinang.
Inspeksi ini dilakukan setelah Satgas menerima pengaduan pada Sabtu pukul 19.30 adanya sejumlah narapidana di Lapas. Di RS Abdi Waluyo, Satgas memeriksa keberadaan Sjahril Djohan, narapidana kasus penyuapan pajak. Di sana, Satgas menemui Sjahril tengah dirawat lantaran sakit,.
Satgas baru mengetahui soal keberadaan Sjahril hari itu, padahal ia telah dirawat inap sembilan hari. Usai memeriksa surat izin, Satgas menyatakan berkas persyaratan adminstratif berobat Sjahril lengkap. “Semuanya terpenuhi,” ujar Denny. Bahkan Satgas menerima catatan tamu yang menjenguk Sjahril di sana. Ketika ditanya siapa saja yang mengunjungi Sjahril, Satgas menampik. “Tak perlu lah itu,” kata Ota.
Di hari yang sama, Satgas menemukan ada 15 narapidana lain tak berada di Lapas Cipinang. Tujuh di antaranya terpidana teroris yang dipindah ke tahanan Markas Besar Polri. Satu narapidana tengah cuti luar biasa sebab orangtuanya meninggal. Sementara tujuh sisanya adalah terpidana korupsi. Tujuh narapidana yang tak berada di Lapas itu, termasuk Sjahril, yang tengah berada di RS untuk berobat.
“Lima ada di RS Polri Keramat Jati, satu di RS Pertamina, dan satu lagi di RS Abdi Waluyo,” papar Ota.
Baik Ota maupun Denny enggan menyebut siapa-siapa saja atau berapa lama tujuh terpidana korupsi tersebut keluar dari lapas Cipinang. “Ada yang lebih lama dari Sjahril,” tutur Ota. Saat ini, kata Ota, Satgas tengah mencermati surat-surat izin berobat tujuh terpidana korupsi tersebut. “Sejauh ini rata-rata lengkap,” ujarnya.
Dari inspeksi tersebut, Satgas menyimpulkan peraturan pemerintah yang mengatur soal izin berobat narapidana rawan ‘dipermainkan’. Sebab, menurut Ota, tidak ada pihak eksternal yang dilibatkan dalam pemberian izin tersebut.
Hasil inspeksi Satgas ke RS Abdi Waluyo dan Lapas Cipinang itu, kata Ota, akan disampaikan ke kejaksaan, kepolisian, Mahkamah Agung, dan Kementerian Hukum dan HAM. “Selasa hingga Kamis depan ada program aksi pencegahan mafia hukum di Istana Cipanas. Masalah ini akan disampaikan di sana,” kata Ota.
AMIRULLAH | ANANDA BADUDU