TEMPO Interaktif, Surakarta - Adanya dua versi raja di Keraton Kasunanan Surakarta ternyata juga berdampak pada adanya dua hari raya Tahun Baru Jawa. Keraton yang dipimpin Paku Buwana XIII Hangabehi menentukan Tahun Baru Jawa atau yang dikenal dengan nama 1 Syura jatuh pada 8 Desember. Sedangkan versi Paku Buwana XIII Tedjowulan menyebutkan jika tahun baru jatuh pada 7 Desember, sama dengan kalender resmi pemerintah.
Pengageng III Museum dan Pariwisata Keraton Surakarta versi PB XIII Hangabehi, Satriyo Hadinagoro menyebutkan jika Tahun Baru Jawa jatuh pada 8 Desember. “Memang ada perbedaan dengan kalender pemerintah,” kata dia. Menurutnya, dasar penentuan tahun baru itu menggunakan sistem penanggalan yang diciptakan oleh Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Satriyo mengatakan, peringatan Malam 1 Syura akan dilakukan pada Selasa (7/12) malam. Prosesi akan dilakukan dengan kirab pusaka milik keraton. Selain pusaka dalam bentuk senjata, mereka juga akan mengkirab hewan piaraan milik keraton berupa kerbau bule.
Meski sama-sama menggunakan penanggalan Sultan Agung, Keraton yang dipimpin oleh Paku Buwana XIII Tedjowulan memiliki perhitungan yang berbeda. Menurut Juru Bicara Paku Buwana XII Tedjowulan, Bambang Pradotonagoro, Tahun Baru Jawa jatuh pada 7 Desember, sama dengan kalender resmi pemerintah. “Kami telah melakukan perhitungan secara cermat,” kata Bambang.
Menurut dia, peringatan Malam 1 Syura di Keraton versi Tedjowulan akan dilakukan secara sederhana. “Kami menggelar acara Hajat Dalem Wilujengan di Sasana Purnama,” kata Bambang. Kegiatan tersebut berupa tumpengan yang dihadiri para kerabat keraton serta abdi dalem.
Menurut Bambang, empat keraton yang merupakan pecahan Mataram Islam memang menggunakan penanggalan ciptaan Sultan Agung. Empat kerajaan tersebut adalah Keraton Surakarta, Keraton Yogyakarta, Mangkunegaran dan Pakualaman, atau yang biasa disebut Catur Sagotra. “Namun barangkali cara menghitungnya berbeda,” kata Bambang.
Keraton Surakarta sendiri telah mengalami perpecahan sejak enam tahun silam, setelah Paku Buwana XII wafat. Dua orang putra dari Paku Buwana XII mengklaim dirinya sebagai pewaris tahta. Hangabehi menduduki tahta di Keraton Kasunanan Surakarta, sedangkan Tedjowulan menduduki tahta di Keraton Sasana Purnama Badran.
Ahmad Rafiq