TEMPO Interaktif, Garut -Pemerintah Kabupaten Garut kecewa dengan dana Coorporate Social Responsibility (CSR) PT. Chevron Geothermal. Menurut Bupati Aceng H.M Fikri, dana tersebut tak sebanding dengan jumlah royalti yang dihasilkan perusahaan pengelola panas bumi tersebut.
Padahal berdasarkan ketentuan, dana CSR yang harus disalurkan kepada masyarakat itu sebesar 3-5 persen dari royalti yang didapatkan. “Masa kita cuma mendapatkan Rp 4 miliar tapi royaltinya US$ 25 juta,” ujar Aceng.
Dia juga menilai Chevron tidak transparan dalam menyalurkan dana CSR kepada masyarakat. Selama ini pemerintah daerah hanya dilaporkan jumlah nominal yang akan disalurkan perusahaan yakni sebesar Rp 4 miliar. Namun penggunaan dan penyaluran dana tersebut kepada masyarakat tidak jelas, karena tidak dilaporkan kepada pemerintah.
Akibatnya, pemerintah mengalami kesulitan dalam melakukan pengawasan dana ini. Selain itu, pemerintah juga khawatir terjadi tumpang tindih anggaran. Kondisi ini juga menimbulkan gejolak sosial di lingkungan sekitar perusahaan. “Tidak menutup kemungkinan, ada kegiatan yang dobel anggaran karena tidak ada koordinasi,” ujar Aceng.
Juru bicara Chevron Geothermal Indonesia Poespo Oetomo, membantah bila penyaluran dana CSR belum dilakukan dengan baik. Menurutnya, semua program yang diluncurkan telah melalui tahap perencanaan terlebih dahulu. Program yang dicanakan berupa empat tema sentral, diantaranya kemandirian ekonomi, pendidikan, kebutuhan dasar masyarakat dan lingkungan. “Sebelum yang lain ribut masalah CSR, kita sudah melakukannya sejak 1984 lalu,” ujarnya saat dihubungi melalui telpon selulernya.
Disinggung mengenai besaran dana CSR yang dianggap minim, Poespo mengaku, tidak ada hubungannya dengan dana bagi hasil atau royalti yang didapatkan perusahaan. Pembagian dana CSR juga tergantung kebijakan PT Chevron pusat. Perusahaan juga tidak berkewajiban untuk melaporkan kegiatan CSR ke pemerintah daerah.
SIGIT ZULMUNIR