TEMPO Interaktif, Malang — Seorang bayi asal Kelurahan Turen, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang, Jawa Timur, menderita tiga kelainan serius.
Mochammad Fahrurrozi alias Irul, 33 tahun, Ayah kandung sang bayi, menyampaikan kelainan yang diderita anak keduanya itu berupa dinding perut yang terbuka (omphalocele atau omfalokel), tidak mempunyai anus (atresia ani atau anus imperforata) dan alat kelamin belum kelihatan (sex ambigua).
“Naluri saya anak kami itu laki-laki. Kalau istri saya nalurinya menyebutkan anak kami perempuan. Tapi, apa pun jenis kelaminnya, dia tetap anugerah Tuhan. Saya beri nama Kaka karena jenis kelaminnya belum kelihatan. Nama itu agak netral kesannya,” kata Irul kepada Tempo, Jumat (2/7).
Dinding perut terbuka ditandai dengan tak adanya kulit, otot, dan jaringan berserat pada bagian tengah dari dinding perut pada pusar (umbilicus). Usus menonjol pada bagian yang terbuka dan dilapisi membran yang tipis dan bening. Tali pusar berada pada pusat pembalikan. “Isi perut Kaka jadi terlihat transparan dengan diameter sekitar 15 sentimeter,” kata Irul.
Menurut Irul, Kaka lahir normal pada Sabtu (5/6) dengan panjang 49 centimeter dan berat 3,5 kilogram di Rumah Sakit Umum Daerah dr Sjaiful Anwar (RSSA), Kota Malang. Kondisi kandungan istrinya selama hamil baik-baik saja. Anita hanya mengeluh suka pusing dan muntah sejak hamil satu bulan hingga Sembilan bulan, dengan frekuensi yang tidak teratur.
Irul rutin memeriksakan kandungan istrinya di sebuah rumah sakit swasta di Kelurahan Kasin, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Dokter yang memeriksa menyatakan keadaan istrinya baik-baik saja walau pusing dan muntah tidak juga hilang hingga kandungan berusia 9 bulan.
“Saya periksa istri sebulan sekali. Kondisi istri saya lumayan normal waktu kandungannya berumur empat bulan. Tapi kami rutin periksa ke dokter. Pas kandungannya berumur 8-9 bulan, frekuensi periksanya jadi dua kali dalam sebulan, tapi dokter yang memeriksanya bilang tidak apa-apa.”
Ia dan istrinya sangat menyesalkan sikap dan tindakan dokter yang tidak komunikatif. Seharusnya sang dokter menjelaskan kondisi kandungan sang istri sejelas-jelasnya karena itu menjadi hak pasien. Mengutip keterangan dokter di RSSA, seharusnya dokter di rumah sakit di Kelurahan Kasin itu mengetahui adanya kelainan serius pada istri dan kandungannya.
“Kami baru tahu adanya kelainan pada janin bayi saya setelah dibawa ke RSSA, tapi waktu di sana dibilang tidak apa-apa. Terbukti, setelah lahirnya, keadaan bayi kami sangat mengenaskan,” ujar Irul lirih.
Sejauh ini, tindakan dokter RSSA atas diri anak mereka baru sebatas melakukan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan normalnya. Irul memperkirakan dibutuhkan minimal Rp 700 juta untuk membiayai pengobatan anaknya itu. Petani ini sudah kehabisan biaya sehingga mohon dibantu oleh masyarakat.
Abdi Purmono