TEMPO Interaktif, Semarang: Pengadilan Negeri Ungaran kembali akan memeriksa Pujiono Cahyo Widianto atau yang biasa dipanggil Syeh Puji, dalam perkara pernikahannya dengan bocah berumur 12 tahun, Lutviana Ulfa. Persidangan ini digelar setelah Mahkamah Agung menolak permohonan kasasi yang diajukan Pujiono.
Perkara ini muncul 8 Agustus 2008 setelah Pujiono menikahi Lutviana Ulfa yang masih berumur 12 tahun secara siri. Saat itu Ulfa yang masih duduk di kelas VIII SMP I Bawen. Setelah menikah, Ulfa berhenti sekolah dan tinggal di rumah kediaman Pujiono di Pondok Pesantren Miftahul Jannah, Jambu, Ungaran.
Perkara ini disidangkan pertama kali di Pengadilan Ungaran November 2009. Saat itu Pengadilan Ungaran mengeluarkan putusan sela yang menyatakan dakwaan jaksa penuntut umum kurang jelas dalam menguraikan perbuatannya. Majelis hakim pengadilan tingkat petama membebaskan Syekh Puji dari dakwaan.
Jaksa mengajukan perlawanan (verset) atas putusan itu. Pengadilan Tinggi (PT) Jawa Tengah mengabulkan permohonan jaksa dan ditanggapi oleh Pujiono dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Pada 10 Mei 2010, majelis kasasi yang dipimpin Djoko Sarwoko dan hakim anggota Artidjo Alkostar dan Andi Ayub menolak permohonan kasasi yang diajukan Pujiono. Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang diperintahkan segera membuka kembali sidang pemeriksaan kasus dugaan perbuatan melanggar hukum yang dilakukan Pujiono.
Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Salman Maryadi mengatakan surat penetapan dari Pengadilan Negeri Kabupaten Semarang itu bernomor: 233/PEN.Pid/2009/PN Kabupaten Semarang yang diterima Kejaksaan Tinggi pada 16 Juni lalu. “Kami juga telah menerima salinan surat dari Mahkamah Agung tentang putusan yang menolak kasasi Pujiono," kata Salman saat dihubungi, Ahad (27/6). Salman menyatakan sudah memperintahkan jaksa penuntut umum agar mempersiapkan materi secara detail dan jelas sehingga persidangan bisa berjalan lancar.
Tim jaksa penuntut umum terdiri dari Suningsih, Nunuk Dwi Asturi, Slamet Indra Wijaya dan Yamsri. Jaksa menjerat Pujiono dengan pasal alternatif Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal-pasal yang digunakan adalah pasal 81 ayat 2 dengan ancaman pidana maksimal 15 tahun penjara dan sekurang-kurangnya 3 tahun penjara dengan denda maksimal Rp 300 juta dan sekurang-kurangnya Rp 60 juta.
Jaksa juga menyiapkan dakwaan dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 88 dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 200 juta atau pasal 290 ke 2 KUHP dengan ancaman 7 tahun penjara.
ROFIUDDIN