"Dalam menyikapi dinamika perubahan yang serba cepat, penuh tantangan dan dapat berkembang menjadi ancaman, segenap komponen bangsa perlu mengedepankan kearifan yang tinggi untuk menghadapi dan menyelesaikan tantangan dan permasalahan bangsa tersebut dengan berorientasi kepada kepentingan bangsa dan negara sebagai kepentingan utama,” demikian Widodo. .TNI, jelas Panglima, sebagai salah satu komponen bangsa tidak terlepas dari perkembangan yang sedang berlangsung. Oleh karena itu untuk merespons perkembangan lingkungan strategis, baik dalam negeri maupun luar negeri, TNI melaksanakan reformasi internal agar dapat berbuat lebih baik dalam tatanan sistem nasional.
Selanjutnya Panglima mengatakan bahwa dinamika perjalanan reformasi nasional, selain telah membuka peluang bagi perkembangan kehidupan yang lebih demokratis, juga telah dimanfaatkan oleh sebagian kelompok masyarakat untuk lebih mengedepankan kepentingan sempit kelompoknya dengan mengabaikan kepentingan nasional. Terjadinya konflik horizontal di berbagai daerah maupun konflik vertikal akibat fanatisme kelompok, menunjukan bukti bahwa kepentingan sempit kelompok lebih dominan di atas kepentingan Nasional.
Dalam kondisi demikian ini, kata Widodo, fanatisme primordial akan semakin mengental sementara ikatan kebangsaan semakin menipis sehingga memperluas potensi konflik di masyarakat. “Hal ini akan mengancam eksistensi bangsa dan negara Republik Indonesia,” kata dia. Kursus Reguler angkatan XXVIII ini diikuti oleh 75 orang perwira menengah dari tiga angkatan yakni AD, AU dan AL. Sedangkan Polri sudah tidak diikutsertakan lagi dalam Susreg sejak angkatan ke XXVIII. Hal ini menurut Dan Sesko TNI Letjen Djadja Suparman, sejak Polri terpisah dari TNI, kursus Reguler ini kurikulumnya sudah tidak relevan lagi dengan Polri. "Kurikulum Susreg sekarang sudah tidak relevan lagi dengan fungsi Polri. Karena itu sejak saya jadi Dan Sesko TNI Polri tidak diikutkan lagi dalam kursus ini" kata Djadja. (Rinny Srihartini)