“Karena itu saya mentafsirkannya sebagai kesadaran bersama agar ke depan tidak ada gangguan-gangguan yang bersifat politis yang bisa memperlambat proses pemulihan ekonomi,” ujar Adi usai acara pelantikkan pengurus ICMI Orwil Jawa Tengah (JA-Teng) 2000-2005 di Gedung Dharma Wanita Ja-Teng, Sabtu (10/3).
Menurut Adi, upaya para politisi itu bisa jadi semacam tafsir ekonomi dari peristiwa politik yang bernama koalisi permanen. “Saya berharap adanya koalisi permanen sampai dengan pemilu yang akan datang bisa mengurangi derajat politik yang bisa membatu pemulihan stabilias politik dan ekonomi,” paparnya.
Ditanya soal kolaisi permanen merupakan strategi licik kalangan Poros Tengah, Adi menilainya tidak sejauh itu. Malah ia balik bertanya, jangan-jangan itu adalah ucapan dari orang-rang yang memang tidak setuju dengan koalisi permanen. Sehingga, kata Adi, hal itu biasa terjadi pada kalau orang tidak setuju yang kemudian mencari-cari dalih.
Bagaimana pun, Adi tetap menilai koalisi itu maksudnya baik. Terlebih dia menilai akan jauh lebih baik jika partai kebangkitan Bangsa (PKB) ikut bergabung dalam koalisi itu. “Kita ini sudah lama cekcok politik dan dolar sudah lebih dari Rp 10 ribu,” tandasnya.
Bagi Adi, jika terjadi pergantian kepemimpinan persoalannya bukan karena inkonsistensi dukungan. Sebab itu merupakan sebuah peristiwa politik yang bisa saja karena satu kondisi mengharuskan satu perubahan sikap. “Saya kira perubahan sikap dalam politik bukan hal yang tidak lazim dilakukan.”
Untuk itu, dalam upaya menaikkan Megawati Sukarnoputri sebagai presiden RI, dia hanya melihat dari sisi konstitusi. “Jika Presiden dianggap tidak mampu, ya otomatis wakil presidennya yang naik. Laki-laki atau perempuan itu di dalam konstitusikan tidak dibedakan,” jelasnya.
Ditanya tentang implikasi politik yang berpengaruh ke arus bawah, Adi menilai itu sebagai konsekuensi sebuah peristiwa politik. Sekarang pun, katanya, yang meninggal dalam setahun terakhir ini sudah 10 ribu lebih. “Jumlah yang lebih banyak dari pada seluruh korban sesama 10 tahun terakhir.” (Ecep S. Yasa)