TEMPO Interaktif, Malang - Sedikitnya 17.500 pelajar sekolah dasar di Kabupaten Malang terpaksa berhenti sekolah atau putus sekolah karena terkendala jarak dari tempat tinggal mereka dengan lokasi sekolah yang sangat jauh. Mayoritas mereka tinggal di desa terpencil.
Menurut Suwandi, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Malang, jumlah murid yang putus sekolah itu hanya tujuh persen dari total 250 ribu pelajar SD. Tapi ia tetap menganggapnya sebagai persoalan serius. Angka partisipasi kasar (APK) sekolah di wilayahnya mencapai 93 persen.
“Insya Allah, dalam dua-tiga tahun ke depan angka putus sekolah makin mengecil dan bahkan tidak ada sama sekali. Harapannya begitu,” kata dia, Jumat (12/3) pagi.
Salah satu cara yang ditempuh Dinas Pendidikan untuk meningkatkan APK adalah menambah jumlah sekolah dasar dan sekolah menengah pertama (SMP) menjadi satu di beberapa desa terpencil. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Departemen Pendidikan Nasional menyebutnya konsep SD-SMP satu atap atau konsep pendidikan dasar terpadu.
Pada 2010 direncanakan penggunaan empat sekolah satu atap di Kabupaten Malang akan diresmikan Gubernur Jawa Timur Soekarwo, sekaligus meresmikan sekolah satu atap se-Jawa Timur. Acara peresmian dipusatkan di Tumpang.
Empat sekolah satu atap itu berada di Desa Duwet, Kecamatan Tumpang; Desa Tumpakrejo, Kecamatan Kalipare; Desa Tamansar, Kecamatan Ampelgading, dan Desa Jombok di Kecamatan Ngantang.
Penambahan empat sekolah satu atap menjadikan Kabupaten Malang sebagai kabupaten yang mempunyai sekolah satu atap terbanyak di Jawa Timur. Total ada 26 sekolah satu atap, dengan jumlah siswa sebanyak 2.100 siswa. Sebanyak 22 sekolah dibuka dan diresmikan pada 2008. Sedangkan empat sekolah lagi dibuka pada 2009 dan akan diresmikan pada tahun ini.
Suwandi optimistis, dengan bertambahnya sekolah satu atap, APK sekolah akan meningkat lagi. Ia membandingkan, sewaktu sekolah satu atap berjumlah 22 sekolah pada 2008, APK-nya 86 persen atau angka putus sekolahnya 14 persen, tapi kini APK naik 7 persen menjadi 93 persen.
Abdi Purmono