Menurutnya, ketikberhasilan lahan gambut untuk padi ini sudah terjadi dari mulai pelaksanaan proyek yakni perencanaan dan perancangan, tahap pelaksanaan dan terakhir tahap pemberdayaan lahan.
Pada tahap perencanaan dan perancangan terdapat kesalahan pada Analisa Dampak Lingkungan (Amdal), yang dibuat dan dilaksanakan bersamaan dengan pekerjaan proyek. Disamping itu, ada keterbatasan data dasar yang digunakan untuk perancangan sumber daya alam (SDA), sehingga banyak asumsi dipakai yang kemudian diketahui tidak benar.
Pada tahap pelaksanaan proyek, membelah bagian tengah kubah gambut untuk pengairan, justru mengakibatkan kekeringan. Karena fungsi kubah gambut sebagai penyimpan air menjadi hilang atau berkurang. "Akibatnya lahan sejuta hektar hanya merusak lingkungan, katanya .
Menurutnya, dengan perencanaan yang tidak matang, saat ini di area proyek lahan gambut sejuta hektar yang terletak di Kabupaten Kapuas dan Barito Selatan, Kalimantan Tengah, jadi mubazir. Sekitar 80 persen lahan yang direncanakan bisa ditanami padi, malah jadi lahan tidur. Hal itu tentu saja merugikan para transmigran yang memang diserahi menggarap lahan gambut. Karena tidak bisa menggarap tanahnya, masyarakat kemudian memilih melakukan penebangan liar hutan gambut.
Seperti diketahui, PLG Sejuta Hektar merupakan proyek warisan mantan Presiden Suharto. Proyek yang diharapkan menjadi salah satu tempat swasembada beras di Indonesia dan dikerjakan secara bertahap dari tahun 1996, berhasil mencetak sekitar 3 ribu hektar sawah. Namun proyek itu akhirnya dihentikan pada tahun 1999, seiring dengan tumbangnya rezim Orde Baru (Orba).
Karana WW - Tempo News Room