TEMPO Interaktif, Denpasar - Anggota Dewan Pers Abdullah Alamudi, Senin (24/8), memberikan keterangan di Kepolisian Daerah (Polda ) Bali selaku saksi ahli dalam kasus pemukulan fotografer Radar Bali Miftahuddin Halim. Dia menegaskan, bahwa tindakan tersebut merupakan upaya menghalangi kemerdekaan pers.
Usai memberikan keterangan di depan polisi, Alamudi menegaskan, dalam melakukan tugasnya wartawan dilindungi oleh undang-undang. “Siapa pun tidak boleh menghalangi kerja wartawan untuk mencari informasi yang dibutuhkan oleh publik,” ujarnya.
Alamudi menegaskan, peliputan yang dilakukan oleh Miftahuddin saat seorang pengusaha menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi Bali termasuk peliputan untuk memenuhi hak publik atas informasi. Sebab, si pengusaha dikenal sebagai pengusaha kuat yang sedang berperkara.
Tindakan pemukulan oleh si pengusaha termasuk dalam kategori menghalangi pencarian informasi sesuai dengan pasal 4 ayat 2 UU Pers Nomor 40 tahun 1999. Pelanggaran pasal itu sesuai dengan ketentuan pasal 18 ayat 1 diancam dengan hukum penjara 2 tahun dan denda maksimal Rp 500 juta.
Kasus pemukulan sendiri terjadi pada 15 Januari 2009 oleh Paul Handoko, seorang pengusaha yang sedang menjalani pemeriksaan di Kejati Bali dalam kasus pidana. Ketika Miftahuddin hendak mengambil fotonya di luar runag pemeriksaan, tiba-tiba Paul menghampiri dan menyodok kameranya sehingga kamera itu membentur hidung Miftahuddin hingga terluka.
Sementara itu , Abdullah Alamudi menyampaikan penghargaan kepada Polda Bali karena telah bersedia menggunakan UU Pers dalam kasus tersebut. “Semakin banyak aparat yang menggunakan UU itu maka wartawan akan makin terlindungi,” ujarnya. UU Pers sendiri masih jarang digunakan dan polisi umumnya lebih suka menjerat dengan pasal-pasala dalam KUHP.
ROFIQI HASAN