TEMPO.CO, Jakarta - Memperingati HUT TNI ke-79 pada 2024, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) meluncurkan Catatan Hari TNI, sebuah laporan yang disusun berdasarkan pemantauan intensif dari Oktober 2023 hingga September 2024.
Dilansir dari laman resmi KontraS, melalui pengumpulan data dari media lokal dan nasional serta hasil advokasi KontraS, laporan ini bertujuan untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai kondisi keamanan di Indonesia. Setiap tahun, KontraS secara rutin merilis Catatan Hari TNI sebagai upaya dalam berkontribusi bagi diskursus mengenai reformasi sektor keamanan (security sector reform) di Indonesia.
Dalam kurun waktu satu tahun terakhir, KontraS menyoroti berbagai peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh prajurit TNI, dengan penelusuran menunjukkan sebanyak 64 peristiwa kekerasan terhadap warga sipil. Rincian dari 64 kasus tersebut mencakup 37 tindakan penganiayaan, 11 tindak penyiksaan, 9 kasus intimidasi, 5 tindakan tidak manusiawi, 3 pengrusakan, 1 kasus penculikan, dan 1 kasus kejahatan seksual, yang mengakibatkan 75 orang luka-luka dan 18 orang tewas.
Keberadaan peristiwa tersebut menunjukkan bahwa masih terdapat anggota TNI yang menunjukkan arogansi di lapangan, dengan salah satu motif umum di balik kekerasan tersebut berakar dari permasalahan sepele yang sebenarnya dapat diselesaikan tanpa kekerasan. Tindakan kekerasan dan pelanggaran HAM ini jelas tidak mencerminkan Jati Diri TNI sebagai tentara rakyat. TNI harus tegas dalam memberikan sanksi kepada prajurit yang melanggar dan menegakkan supremasi hukum sesuai dengan amanat UU TNI.
Selain fokus pada kasus kekerasan dan pelanggaran HAM, KontraS juga mengangkat isu revisi UU TNI dan penghapusan larangan bisnis militer. Kedua wacana ini perlu dikritik karena tidak selaras dengan prinsip reformasi sektor keamanan dan supremasi sipil yang diperjuangkan pasca-reformasi.
UU TNI yang mengizinkan prajurit TNI menduduki jabatan sipil akan menjauhkan mereka dari profesionalisme dan fungsi utama sebagai alat pertahanan negara. Demikian pula, wacana bisnis militer bertentangan dengan amanat UU TNI, yang menekankan bahwa tentara profesional seharusnya tidak terlibat dalam bisnis. Selain itu, keluhan terkait kesejahteraan prajurit seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah, mengingat UU TNI mengamanatkan bahwa kesejahteraan prajurit TNI dijamin oleh APBN.
Situasi kekerasan dan konflik di Tanah Papua juga menjadi sorotan dalam Catatan Hari TNI tahun ini. Pendekatan bersenjata yang diterapkan pemerintah di wilayah tersebut terus menimbulkan korban dari pihak warga sipil maupun TNI. Konflik yang tampaknya tanpa ujung dan minim solusi ini harus menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah, yang harus mencari cara lain untuk menyelesaikan situasi di Tanah Papua, dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip hukum humaniter dan perlindungan terhadap warga sipil.
Badan Pekerja KontraS pun menyoroti mengenai peradilan militer, catatan ini memaparkan kesalahan konseptual dan praktik dalam peradilan militer di Indonesia. Analisis mengenai peradilan militer dilengkapi dengan data vonis yang menunjukkan bahwa praktik tersebut tidak memberikan efek jera kepada pelaku. Alih-alih melakukan revisi terhadap UU TNI yang bermasalah, pemerintah bersama DPR-RI sebaiknya segera membahas dan mengesahkan revisi UU Peradilan Militer sesuai dengan ketentuan TAP MPR/VII/MPR 2000.
Akhirnya, catatan ini akan memuat rekomendasi kepada TNI yang diharapkan dapat menjadi masukan bagi institusi tersebut dalam reformasi TNI. Diharapkan, catatan ini menjadi bahan pertimbangan dan evaluasi bagi TNI untuk mewujudkan institusi pertahanan negara yang sesuai dengan prinsip-prinsip HAM dan demokrasi serta meningkatkan kesadaran publik akan isu reformasi sektor keamanan.
Pilihan Editor: Perayaan HUT TNI ke-79: Parade Alutsista, Imbauan WFH, Slank dan Dewa 19 Tampil