TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Kabupaten Nduga meminta pemerintah Indonesia segera menarik pasukan TNI-Polri dari wilayah di Provinsi Papua Pegunungan itu setelah pembebasan pilot Susi Air agar bisa pulang ke kampung halaman mereka.
Tim relawan pengungsi Nduga, Raga Kogeya, mengatakan setidaknya ada 60 keluarga pengungsi Nduga yang tersebar di beberapa kabupaten di Provinsi Papua Pegunungan dan Papua Tengah. Mereka telah mengungsi sejak konflik bersenjata antara TNI-Polri dengan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) pimpinan Egianus Kogeya pada 2018.
“Jadi kami hanya ingin bagaimana TNI-Polri itu segera tarik kembali supaya pengungsi pulang itu ke kampung halaman,” kata Raga saat dihubungi Tempo, Kamis, 3 Oktober 2024.
Di samping itu, keinginan pengungsi kembali ke kampung karena adanya gesekan dengan suku lain. Raga mengatakan baru-baru ini terjadi perang antara suku Lani dan suku Nduga di Wamena. Akibatnya, ada rumah yang menampung 5 KK dibakar. Oleh karena itu, Raga mengatakan penting bagi suku Nduga untuk pulang ke kampung agar tidak terjadi gesekan antarsuku.
“Kalau kami di Nduga tidak mungkin perang suku seperti ini. Perang suku antara suku Lani dan suku Nduga berulang-ulang,” ujarnya.
Tokoh agama di Nduga, Pendeta Eliaser Tabuni, juga berharap agar aparat TNI-Polri bisa menarik diri agar pengungsi bisa pulang ke kampung halaman dengan kondusif. Koordinator Gereja Kingmi Nduga ini mengatakan pembebasan Philip Mark Mehrtens oleh kelompok Egianus Kogoya pada 21 September kemarin bisa menjadi momentum kepulangan pengungsi Nduga.
“Intinya adalah kalau pilot itu sudah bebas berarti anggota TNI-Polri yang turun ke masing-masing distrik ini kita harus kurangi,” ujar Eliaser saat dihubungi Tempo pada 24 September 2024 lalu.
Eliaser menilai kekuatan militer memang terlalu berlebihan. Sehingga masyarakat Nduga meminta penarikan kekuatan itu supaya pengungsi bisa kembali rumah masing-masing dan mereka bisa kembali berkebun. Menurutnya, pembebasan pilot Susi Air juga bisa menjadi momentum membuka kembali dialog semua pihak.
“Kami punya keinginan, kita harus duduk sama-sama bagaimana kita harus menyelesaikan Papua pada umumnya dan Nduga lebih khususnya,” katanya.
Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayor Jenderal Hariyanto, mengatakan aparat gabungan TNI dan Polri di Papua, terutama di Kabupaten Nduga, masih dibutuhkan untuk membantu pemerintah meningkatkan pembangunan dan perekonomian.
Hariyanto mengatakan TNI dan Polri akan tetap di sana untuk menjaga keamanan dari ancaman OPM. Sebab, kata dia, OPM membuat hidup masyarakat Nduga tidak normal karena gangguan dan intimidasi. Di samping itu, kehadiran aparat keamanan dibutuhkan untuk menjaga kontestasi pilkada.
“Tidak ada penambahan maupun pengurangan pasukan di wilayah tersebut mengingat pesta rakyat pilkada serentak akan dilaksanakan,” kata Hariyanto kepada Tempo, 24 September lalu.
Pilihan Editor: Edison Gwijangge Harap Anggota DPR Baru Beri Atensi ke Penanganan Konflik Papua