TEMPO.CO, Jakarta - Eks Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md masih menaruh harapan terhadap penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia. Bahkan, masyarakat disebutnya cukup berpeluang untuk ikut andil dalam memperbaiki atau mengkritisi kasus-kasus yang menjurus pada pelanggaran HAM itu.
“Saya ingin mengatakan sebenarnya ada harapan, ada peluang bagi kita untuk memperbaiki bagaimana seharusnya pemerintah itu menentukan pimpinan-pimpinan yang berani untuk mengambil keputusan, mengambil langkah-langkah secara cepat gitu ya,” ucap Mahfud saat ditemui di agenda diskusi publik Kemitraan Indonesia, Gondangdia, Jakarta Pusat, Jumat, 27 September 2024.
Adapun agenda diskusi yang digelar oleh Kemitraan Indonesia itu dalam rangka peluncuran laporan penelitian bertajuk Catatan Kelabu Perlindungan terhadap Pembela HAM 2014-2024. Hasil penelitian itu memuat sedikitnya ada 1.019 peristiwa dan 5.475 pembela HAM, yang merasakan serangan atau ancaman dalam rentang waktu 10 tahun terakhir.
Mahfud menyoroti hasil penelitian yang diluncurkan oleh Kemitraan Indonesia itu. Sepanjang pengalaman dia di pemerintahan, memang ditemukan adanya upaya intervensi terhadap para pembela HAM. Kendati begitu, kata Mahfud, tidak sedikit pula para pembela HAM yang dibantu kasusnya oleh pemerintah.
"Sebenarnya kalau seumpama kita (pemerintah) sempat meneliti yang pembela HAM dilindungi oleh negara, itu juga banyak. Ini tadi kan laporan yang tidak dilindungi oleh negara. Tapi saya ingin mengatakan juga kalau semua itu tergantung pada pimpinannya,” ucap Mahfud.
Meski begitu, kata Mahfud, angka pembela HAM yang dilindungi oleh negara memang tidak sebanding dengan jumlah kriminalisasi yang mereka rasakan di lapangan. Fenomena ini disebut Mahfud, juga berkaitan dengan konflik kepentingan yang membuat upaya perlindungan terhadap pembela HAM itu tidak kunjung ditemukan titik temunya.
“Pelanggaran yang menghajar para pembela HAM itu, karena pimpinannya itu membeking orang yang melakukan pelanggaran, karena kepentingan bisnis, korupsi lebih utama, karena semua itu dibeking dari atas,” ujar Mahfud.
Pilihan Editor: Jokowi Berkali-kali Sebut Ide Pemindahan Ibu Kota Negara dari Jakarta Digagas Sejak Era Sukarno