TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna merespons hasil rapat Panitia Kerja (Panja) Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat mengenai revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Undang-Undang Pilkada). Palguna menilai Baleg sudah membangkang terhadap konsistitusi karena mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi.
"Pembangkangan terhadap konstitusi itu," kata Palguna saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat pada Rabu, 21 Agustus 2024.
Ia mengatakan pembangkangan terhadap konstitusi itu dapat dilihat dari hasil rapat Baleg DPR. Tapi Palguna tidak secara gambalang menjelaskan hasil rapat Baleg tersebut.
Hari ini, Panja Baleg, pemerintah, dan Dewan Perwakilan Daerah tengah membahas revisi Undang-Undang Pilkada. Revisi Undang-Undang Pilkada ini sesungguhnya sudah lama menggelinding di Senayan. Tapi Baleg tiba-tiba mempercepat pembahasannya setelah putusan Mahkamah Konstitusi mengenai uji materi Pasal 40 UU Pilkada yang mengatur ambang batas pencalonan kepala daerah dan wakil kepala dearah, serta Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada mengenai bata usia minimal calon gubernur dan wakil gubernur.
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah. Awalnya, ambang batas pencalonan yaitu didukung minimal 20 persen partai politik pemilik kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Lalu ambang batas itu diubah menjadi didukung oleh partai politik dengan perolehan suara antara 6,5 sampai 10 persen dari total suara sah. Angka persentase dukungan partai ini disesuaikan dengan jumlah penduduk di provinsi, kabupaten, maupun kota. Mahkamah Konstitusi juga memutuskan syarat calon gubernur dan wakil gubernur minimal berusia 30 tahun terhitung sejak pendaftaran pasangan calon.
Namun, Baleg menyiasati keputusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Dalam perubahan Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada, Baleg merumuskan batas usia calon gubernur dan wakil gubernur minimal 30 tahun terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih. Selanjutnya, rumusan Baleg terhadap Pasal 40 UU Pilkada adalah mengatur ambang batas pencalonan sebesar 6,5 sampai 10 persen suara sah hanya berlaku bagi partai politik non-kursi di DPRD. Sedangkan ambang batas pencalonan bagi partai pemilik kursi di DPRD adalah sebesar 20 persen dari jumlah kursi di Dewan atau 25 persen dari perolehan suara sah.
Saat pembahasan berlangsung, anggota Baleg awalnya memperdebatkan putusan Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung. Adapun putusan Mahkamah Agung sejalan dengan rumusan Baleg di atas.
"Itu kan sebenarnya tergantung kita. Perintah di MK itu, ya, hanya menolak gitu aja kan? Artinya ada yang lebih detail itu di putusan MA," kata pimpinan rapat Panja Baleg, Achmad Baidowi, dalam rapat di Kompleks DPR, Rabu kemarin.
Lalu Achmad Baidowi menawarkan kepada anggota Panja Baleg agar tidak mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. "Merujuk pada MA, ya? Lanjut?" kata dia bertanda ke peserta rapat.
Fraksi PDI Perjuangan sempat memprotesnya. Anggota Baleg dari PDI Perjuangan, Putra Nababan, mempertanyakan Achmad Baidowi yang langsung menerima putusan Mahkamah Agung. "Sudah dihitung per fraksi siapa setuju dan tidak setuju?” kata Putra Nababan.
Achmad Baidowi menolak mengakomodasi pendapat Putra Nababan. Legislator Partai Persatuan Pembangunan itu beralasan bahwa Fraksi PDIP sudah diberi kesempatan untuk berbicara sebelumnya.
"Yang penting Fraksi PDIP sudah sampaikan pendapat. Saya kira fair saja kan,” kata Achmad Baidowi dengan nada tinggi.
Rapat Panja Baleg dan pemerintah membahas revisi UU Pilkada ini tetap berlanjut. Dalam rumusan Baleg, banyak pasal yang mengalami perubahan. Sesuai rencana, Panja Baleg akan membawa hasil rapat panja bersama pemerintah itu dalam rapat pleno malam ini. Lalu DPR akan mengagendakan rapat paripurna pengesahan hasil revisi menjadi undang-undang pada Kamis besok.
Eka Yudha Saputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Setelah Putusan MK Mengubah Ambang Batas Pencalonan di Pilkada