TEMPO.CO, Jakarta - Dua Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK saat ini, Johanis Tanak dan Nurul Ghufron dinyatakan lulus tes tulis seleksi calon pimpinan atau Capim KPK 2024-2029. Lolosnya dua pimpinan KPK periode 2018-2023 yang sempat berpolemik tersebut mendapat sorotan dari sejumlah aktivis antikorupsi.
Sebelumnya, Panitia Seleksi atau Pansel KPK telah mengumumkan nama-nama kandidat Capim KPK yang lulus seleksi tahap tes tulis. Hasilnya sebanyak 10 persen atau 40 kandidat dari 230 peserta dinyatakan lolos. Termasuk dua di antaranya pejabat petahana KPK saat ini, Johanis Tanak dan Nurul Ghufron.
Sentilan datang dari IM57+Institute. Organisasi wadah bagi 57 pegawai KPK yang dipecat karena tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) itu secara khusus memberikan catatan merah atas masih lolosnya calon yang dinilai memiliki riwayat pelanggaran etik. Salah satunya Nurul Ghufron yang saat ini tengah diusut Dewan Pengawas atau Dewas KPK.
“Dari 40 nama yang lolos hari ini kita akan lakukan investigasi untuk orang-orang yang kita kira full of conflict of interest,” kata Ketua IM57+Institute, M Praswad Nugraha, dalam diskusi daring bertajuk ‘Menuntut Keberpihakan Pansel KPK’ pada Kamis, 8 Agustus 2024.
IM57+Institute menilai Nurul Ghufron memiliki riwayat dugaan pelanggaran kasus etik yang belum tuntas. Adapun saat ini Dewas KPK tengah mengusut dugaan pelanggaran etik terkait mutasi pegawai Kementan yang dilakukan Wakil Ketua KPK tersebut.
Dewas KPK dilaporkan telah melakukan serangkaian pemeriksaan dan tinggal membacakan putusan. Namun, Nurul Ghufron justru menggugat Dewas KPK ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) agar menunda pemeriksaannya tersebut. Langkah itu berhasil, PTUN meminta agar pembacaan putusan ditunda.
Menurut Praswad, tindakan Nurul Ghufron yang menggugat Dewas KPK ke PTUN untuk menunda sidang vonis etiknya menjadi contoh buruk. Ia menilai langkah tersebut bisa saja ditiru oleh insan KPK lainnya. IM57+Institute khawatir strategi ini akan menjadi kebiasaan baru di internal KPK dalam upaya menghindari sanksi etik.
“Yang dilakukan oleh saudara Nurul Ghufron kemarin menjadi satu preseden buruk dan bisa dicontoh oleh seluruh penyidik, penyelidik, penuntut KPK jika mereka melakukan pelanggaran etik,” katanya.
Senada dengan IM57+Institute, Mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang, juga mengatakan dalam diskusi tersebut bahwa ada satu calon petahana yang lolos tes tulis Capim KPK periode 2024-2029 bermasalah secara etik. Saut pun menyoroti keindependenan Pansel KPK yang masih meloloskan kandidat bermasalah.
“Ternyata memang kita perlu menggarisbawahi se-independen apa pansel KPK karena common sense saya itu satu yang masih jadi pimpinan KPK bermasalah,” kata Saut.
Saut mengatakan apabila merujuk standar seleksi yang dilakukan Pansel KPK sebelum-sebelumnya, calon yang memiliki riwayat pelanggaran mesti dicoret sejak awal. Eks komisioner KPK ini menilai sikap tegas itu yang hilang dalam kerja Pansel KPK periode 2024-2029.
Menurut Saut, keputusan pansel yang tetap meloloskan calon petahana yang memiliki riwayat pelanggaran etik menjadi bukti pansel tak memahami nilai-nilai KPK. Dia mengatakan, padahal kasus etik yang melibatkan calon petahana tersebut saat ini pun masih bergulir di Dewas KPK.
“Artinya gini, pansel ini sebenarnya tidak memahami nilai-nilai yang ada di KPK. Nilai-nilai yang ada di KPK kan itu disebut integrity, sinergi, kepemimpinan, profesionalisme dan keadilan. Nah Dewas bekerja atas dasar itu,” kata Saut.
Sementara itu, Indonesia Corruption Watch atau ICW sebenernya telah menyoroti lolosnya dua Pimpinan KPK tersebut sejak di tahap administrasi. Peneliti ICW, Diky Anandya mewanti-wanti pengalaman Nurul Ghufron dan Johanis Tanak sebagai pimpinan KPK tidak bisa serta-merta jadi pertimbangan meloloskan keduanya.
Apalagi, kata ICW, tidak ada satu pun prestasi yang dibuat oleh pimpinan KPK periode 2019-2024, termasuk Nurul Ghufron dan Johanis Tanak. “Yang terjadi justru sebaliknya,” kata Diky ketika dihubungi, Kamis, 25 Juli 2024. Menurut dia, kinerja keduanya sebagai pimpinan KPK dalam lima tahun terakhir lebih sering menghadirkan kontroversi ketimbang prestasi.
Berdasarkan survei Litbang Kompas pada Juni 2024, KPK menjadi lembaga dengan citra positif terendah dibanding delapan lembaga hukum lainnya. Diky menyebut, kedua pimpinan KPK itu terlibat langsung atas menurunnya citra lembaga antirasuah di mata publik.
Eks penyidik senior KPK, Novel Baswedan juga sependapat. Dia melihat ada beberapa nama yang lolos seleksi awal, tapi integritasnya patut dipersoalkan. Novel menyebut di antaranya ialah Nurul Ghufron, Johanis Tanak, dan Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan. “Nurul Ghufron juga sedang dalam proses etik berat di Dewas KPK,” ujarnya.
Novel Baswedan menilai, masih lolosnya nama-nama bermasalah di seleksi Capim KPK ini justru menjadi ujian bagi Pansel KPK. Dia menilai, seharusnya Pansel KPK melakukan pengecekan latar belakang untuk menyaring sisi integrasi tiap-tiap kandidat.
“Semoga Pansel menggunakan background check integritas pada tahap (seleksi) selanjutnya,” katanya.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | DANIEL A. FAJRI | NOVALI PANJI NUGROHO
Pilihan Editor: Kontroversi 2 Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dan Nurul Ghufron Lulus Tes Tulis Seleksi Capim KPK