INFO NASIONAL - Ketua MPR RI ke-16 sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, menyoroti kemajuan pesat teknologi artificial intelligence (AI) yang memberikan disrupsi signifikan pada dunia pendidikan. Sebagai Dosen Tetap Pascasarjana Ilmu Hukum di beberapa universitas ternama serta Pendiri Universitas Perwira Purbalingga (UNPERBA), Bamsoet mengingatkan bahwa masifnya penggunaan AI Generatif seperti ChatGPT dan Gemini memungkinkan siswa dan mahasiswa mendapatkan berbagai pengetahuan akademik dengan mudah, tanpa perlu interaksi langsung dengan guru atau dosen.
"Grand View Research melaporkan bahwa pasar teknologi AI di dunia pendidikan meningkat dari USD 36,37 juta pada tahun 2020 menjadi USD 556,9 juta pada tahun 2021, dan mencapai USD 2,5 miliar pada 2022. Temuan lain dari Deloitte menunjukkan nilai pasar AI Generatif mencapai USD 44 miliar pada 2023, dan USD 66 miliar pada 2024. Allied Market Research bahkan memprediksi pasar teknologi AI di dunia pendidikan akan mencapai USD 88,2 miliar pada tahun 2032," ujar Bamsoet dalam Pembekalan Kebangsaan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI kepada Tanoto Scholars Gathering 2024, secara virtual dari Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Senin, 29 Juli 2024.
Turut hadir dalam acara tersebut antara lain CEO Tanoto Foundation dan Executive Vice President Royal Golden Eagle for External Affairs Benny Lee, Country Head Tanoto Foundation Indonesia Inge Kusuma, Head of Leadership Development and Scholarship Tanoto Foundation Indonesia Michael Susanto, serta Head of Strategic and Impact Communication Tanoto Foundation Indonesia Deviani Wulandari.
Sebagai dosen, Bamsoet menjelaskan bahwa dirinya harus bekerja keras dalam mengoreksi tugas dan disertasi mahasiswa untuk membedakan mana yang dikerjakan oleh AI dan mana yang merupakan hasil kerja mahasiswa sendiri. Oleh karena itu, ia mendorong para peserta didik untuk bijaksana dalam menggunakan AI dan tidak hanya memanfaatkannya untuk sekedar menyalin tugas. Kehadiran AI seharusnya dapat memperluas jangkauan pengetahuan, bukan justru menghilangkan jati diri peserta didik sebagai pencari ilmu.
"Daripada menghalangi kemajuan AI, dunia pendidikan kita justru harus adaptif. AI bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan aktivitas pembelajaran hingga manajemen pendidikan. Di sisi lain, orientasi pendidikan tidak boleh hanya fokus pada melahirkan generasi yang memiliki kecerdasan akademik, melainkan juga harus memiliki karakter. Pemahaman terhadap wawasan kebangsaan harus dikedepankan, bersamaan dengan sikap berpikir kritis, analitis, kreatif, dan imajinatif," jelas Bamsoet.
Sebagai Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI (Ormas Pendiri Partai Golkar) dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia, Bamsoet menegaskan urgensi penanaman wawasan kebangsaan semakin penting mengingat banyak hasil survei yang mengindikasikan melemahnya penghargaan generasi muda terhadap nilai-nilai luhur bangsa. Misalnya, survei CSIS tahun 2017 menemukan sekitar 9,5 persen generasi milenial setuju mengganti Pancasila dengan ideologi lain. Pada tahun 2018, survei LSI menunjukkan hanya 6,2 persen siswa yang berhasil menjawab pertanyaan dengan benar tentang materi wawasan kebangsaan.
Survei Komunitas Pancasila Muda tahun 2020 mencatat masih ada sekitar 19,5 persen responden yang merasa tidak yakin bahwa nilai-nilai Pancasila penting atau relevan bagi kehidupan mereka. Pancasila hanya dianggap sebagai istilah yang tidak benar-benar dipahami makna filosofisnya.
"Tahun 2022, hasil survei Litbang Kompas dan Pusat Studi Kebangsaan Indonesia melaporkan hanya 28,6 persen siswa yang memahami Pancasila di ruang kelas, sementara 2,7 persen siswa memahaminya dari media sosial. Berbagai hasil survei tersebut menjadi gambaran betapa Pancasila semakin terealisasi dan terpinggirkan dari diskursus kebangsaan generasi muda bangsa," pungkas Bamsoet.(*)