TEMPO.CO, Jakarta - Dosen Psikologi Universitas Gadjah Mada atau UGM, Bagus Riyono, mengatakan penjudi perlu mendapatkan perhatian dan pertolongan dari berbagai pihak. Namun, bukan berupa bantuan sosial atau bansos, tapi pengalihan pada ketergantungan.
Bagus menjelaskan pemerintah dapat mengalihkan perhatian bagi warga miskin yang terjebak. “Diberikan modal, bukan bantuan sosial tapi dengan bimbingan yang terarah dari pemerintah,” kata dia dikutip dari laman resmi UGM pada Sabtu, 29 Juni 2024.
Menurut dia, pemerintah dapat memberikan kemudahan layanan psikologis pada korban judi online terutama masyarakat rentan. Kelompok rentan itu terdiri dari masyarakat yang tidak pintar dan butuh uang.
Selain itu, puskesmas, kata Bagus, perlu meningkatkan keahlian mereka. Psikolog harus sudah siap membuka layanan untuk mengatasi orang yang kecanduan judi. “Karakteristik judi mengasyikkan. Muncul harapan, ekspektasi sampai lupa yang kita pertaruhkan uang dari mana,” ucapnya.
Saat bermain, penjudi berharap-harap cemas hingga muncul ekspektasi atau harapan yang berlebihan. Ketika orang berdebar-debar menunggu ekspektasi, maka hormon dopamin akan naik. Apalagi, jika mereka tahu cara mendapatkan modal dengan mudah. Seandainya mereka kalah, pemain masih merasa judi sebagai permainan yang asik.
Baca juga:
Mengutip dari Skinners Theory of Reinforcement, pemain judi memiliki penguat untuk bermain, yakni berupa insentif yang menimbulkan ekspektasi. Ekspektasi itu, kata Bagus, yang kemudian dimanfaatkan oleh para bandar.
Bandar yakin penjudi memiliki ambisi untuk menang. Padahal harapan yang besar itu seringnya berbanding terbalik dengan kenyataan. ”Banyak yang berharap besar, ekspektasi besar, tapi tak terwujud. Akhirnya memunculkan kasus sampai bunuh diri yang terjadi beberapa waktu belakangan,” tuturnya.
Berdasarkan teori Gambler Fallacy, perhitungan yang tidak valid atau ekspektasi yang tak sesuai keyakinan justru membuat penjudi ketagihan. Kondisi itu membuat seorang penjudi terjebak, bahkan timbul keinginan untuk bunuh diri.
Fenomena itu, kata Bagus, mengkhawatirkan. “Ada penelitian, kemungkinan judi yakni 1 banding 2 juta. Ini kan sangat sulit, ya kalau bandar tidak curang,” kata dia.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan atau PPATK tahun 2023 mencatat, sebanyak 2,1 juta orang miskin Indonesia bermain judi online dengan taruhan di bawah Rp 100 ribu. Pemerintah saat ini juga tengah gencar memberantas kasus judi online dengan pembentukan satuan tugas (satgas) judi online.
Pilihan Editor: PPATK Sebut 5 Provinsi di Indonesia Tercatat Punya Jumlah Pemain Judi Online Terbanyak