TEMPO.CO, Jakarta - Seorang pria asal Blitar, Jawa Timur, melaporkan dua orang yang diduga terlibat Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Pelapor juga merupakan korban TPPO yang terbuai dengan rayuan kedua pelaku.
Kuasa hukum korban, Habibus Shalihin, mengatakan bahwa dua orang terlapor merupakan pria asal Blitar dan Madura. “Pelaku yang orang Madura ini tinggal di Malaysia,” kata Habibus kepada Tempo, Kamis, 20 Juni 2024.
Habibus menjelaskan bahwa kasus ini bermula saat korban ditawari salah seorang pelaku untuk bekerja di Polandia sebagai staf IT pada 2023. Korban yang masih berusia 22 tahun itu pun terbuai dengan gaji dan kehidupan yang dijanjikan pelaku.
“Nyatanya, korban tidak pernah pergi ke Polandia, malah dikirim bekerja sebagai pekerja konstruksi di Malaysia,” kata Habibus.
Selang setahun, korban kembali dihubungi pelaku untuk bekerja ke luar negeri. Kali ini, pelaku menjanjikan pekerjaan di Singapura. Korban kembali terbujuk dengan rayuan pelaku.
“Korban kembali tertipu, dia justru diperdagangkan ke sebuah tempat eks kasino di perbatasan Kamboja-Thailand sebagai scammer yang dipaksa menipu target lewat media sosial,” ucap Kepala Advokasi LBH Surabaya itu.
Tak hanya itu, paspor korban juga ditahan dan gajinya dipotong oleh pemberi kerja dengan berbagia alasan. Bahkan, korban tidak penah mendapat upah sepeser pun selama bekerja.
Korban pun mencari cara agar bisa melapor, termasuk berkomunikasi lewat media sosial untuk menghubungi KBRI setempat ketika ada kesempatan memegang telepon genggam.
“Pemberi kerja juga sempat mengancam akan memintai tebusan kepada keluarga korban jika dirinya ingin pulang ke Indonesia,” papar Habibus.
Setelah susah payah berusaha keluar dan melapor, korban berhasil pulang ke Indonesia pada bulan Juni 2024 atau dua bulan setelah bekerja. Korban berhasil keluar dengan pendampingan dari KBRI dan Yayasan Integritas Justisia Madani Indonesia (IJMI).
Dengan adanya kasus ini, Habibus berharap agar polisi bisa membongkar jaringan kasus TPPO. Terlebih, kasus ini tidak hanya sekali ditemukan sejak jaringan online scamming marak pada 2020 hingga sekarang.
“Dalam tempat kerja korban selama di Kamboja, masih ada banyak orang yang butuh pertolongan untuk pulang. Mereka tidak berdaya untuk meminta bantuan,” ujar Habibus.
Dirinya juga berharap agar kedua pelaku segera ditangkap dan dimintai keterangan. Sebab, kedua pelaku juga mengetahui jaringan besar di balik TPPO itu.
Pilihan Editor: Timwas Haji Ingin Mengevaluasi Penyelenggaraan Haji 2024