INFO NASIONAL – Presiden Joko Widodo telah menunjuk Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029, Gibran Rakabuming Raka, menjadi Ketua Dewan Kawasan Aglomerasi Nasional Provinsi Daerah Khusus Jakarta (DKJ) sesuai aturan UU Nomor 2 Tahun 2024.
Terdapat sepuluh daerah dalam wilayah aglomerasi ini, yaitu Daerah Khusus Jakarta, Kota dan Kabupaten Bekasi, Kota dan Kabupaten Bogor, Kota dan Kabupaten Tangerang, Kota Depok, Kota Tangerang Selatan, serta Kabupaten Cianjur.
Dewan ini bertugas mengoordinasikan penataan ruang kawasan strategis nasional di kawasan aglomerasi, serta memonitor dan mengevaluasi pelaksanaannya di kawasan aglomerasi.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta Atika Nur Rahmania berharap, Dewan Aglomerasi dapat mewujudkan sinkronisasi pembangunan di kawasan Jabodetabekjur.
“Dalam mempersiapkan kolaborasi dengan kota–kota penyangga, Bappeda telah melakukan identifikasi dan pemetaan isu strategis lintas provinsi, mulai dari isu penyediaan air bersih, pengelolaan sampah, pengelolaan lingkungan hidup, transportasi, pengendalian bencana banjir, energy, sampai dengan ketahanan pangan masyarakat,” tutur Atika.
Semua isu strategis itu, Atika melanjutkan, sedang disusun di dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) yang mencakup visi, misi, sasaran pokok, dan arah kebijakan kota Jakarta untuk 20 tahun ke depan.
Bappeda berharap, RTRW dan RPJPD ini dapat menjadi referensi semua calon Gubernur Jakarta yang akan berkompetisi pada pemilukada serentak, November 2024 mendatang.
“Kami juga akan secara konsisten dan kontinyu meningkatkan awareness serta menyampaikan hal-hal yang perlu dilakukan dalam menyelesaikan permasalahan strategis kota dan lintas wilayah ke berbagai stakeholder bila dibutuhkan, termasuk ke calon Gubernur Jakarta,” ujarnya.
Tantangan terbesar menyiapkan Jakarta dalam kawasan aglomerasi yang sekaligus jadi kota global, menurut Atika, yakni memastikan kerja sama erat semua kota di Kawasan Jabodetabekjur dalam menyelesaikan isu-isu lintas provinsi, serta melakukan pembagian peran dan fungsi.
“Perlu penyelarasan pandangan bahwa kota Jakarta dan kota penyangga itu saling terkait. Jakarta tidak dapat menyelesaikan isu kota tanpa didukung oleh kota penyangga. Sementara kemajuan pembangunan kota penyangga merupakan multiplier effect dari kemajuan pembangunan kota Jakarta,” bebernya.
Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, menyepakati pendapat Atika. Kunci kesuksesan aglomerasi terletak pada kerja sama. “Tanpa kerja sama akan berat,” ucapnya.
Salah satu tantangan yang harus dicari solusinya, tambah Yayat, adalah menyetarakan semua kota di Jabodetabekjur. Selama ini, hanya Jakarta yang memiliki pendapatan daerah tertinggi, sehingga kota-kota penyangga memerlukan hibah untuk mengatasi permasalahan di wilayahnya.
“Jakarta itu kan padat modal, sedangkan kota-kota tetangga memiliki anggaran yang terbatas. Sebagai contoh, Jakarta punya program subsidi angkutan umum sebesar Rp 10 ribu untuk semua moda. Nah, nanti bisa enggak ada kebijakan serupa untuk aglomerasi?” papar pengamat yang tinggal di Bogor, Jawa Barat, itu.
Menurut Yayat, Dewan Aglomerasi bukan sekadar pada aspek koordinasi, tetapi bekerja bersama. Misalnya terkait transportasi, dewan tersebut harus membangun badan usaha operator bersama. “Jadi bergabunglah KRL, MRT, dan LRT untuk mengelola transportasi Jabodetabekjur. Nanti, kalau tarifnya sama semua, maka warga rela pindah dari kendaraan pribadi ke angkutan umum, karena merasa memang murah,” ungkapnya.
Sebab itu, urai Yayat, kesuksesan Dewan Aglomerasi kelak menjadi tantangan untuk Gibran. “Sukses atau tidak, akan berpengaruh dengan karier politik dia ke depan,” pungkasnya. (*)