TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Andreas Anangguru Yewangoe, mengatakan nilai-nilai Pancasila nilai-nilai Pancasila kini tidak bisa lagi dilakukan dengan cara indoktrinasi seperti masa lampau.
Hal ini disampaikan Andreas dalam webinar internasional dalam rangka Hari Lahir Pancasila bertemakan “Pancasila dan Literasi Keagamaan Lintas Budaya dalam Memperkukuh Masyarakat yang Inklusif dan Kohesif” yang diadakan Institut Leimena dan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya, Kamis, 30 Mei 2024.
Menurut dia, dalam dunia pendidikan, upaya penguatan nilai-nilai Pancasila kini perlu dilakukan lewat kegiatan-kegiatan partisipatif oleh guru yang memiliki pemahaman akan pentingnya Pancasila sebagai fondasi bangsa yang majemuk.
“Pancasila bukan mantra, bukan simsalabim jika kita hafal lalu menjadi bangsa yang adil dan makmur, tidak begitu. Kita sering menjadikan Pancasila sebagai ritus untuk dihafalkan setiap hari Senin, tapi tidak seperti itu, yang harus dilakukan membumikan nilai-nilai Pancasila artinya sungguh-sungguh berpijak pada realitas,” kata Andreas lewat keterangan terulis.
Senior Fellow Institut Leimena ini mengatakan BPIP telah menyusun 17 buku pendidikan Pancasila untuk tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai perguruan tinggi. Sebanyak 70 persen materi buku ini menekankan pada kegiatan dan inisiatif mandiri pengamalan nilai-nilai Pancasila. Sedangkan hanya 30 persen berisi sejarah atau informasi mengenai Pancasila.
Andreas mengakui pengamalan nilai-nilai Pancasila terus menjadi tantangan bangsa Indonesia. Misalnya, masih terjadinya kasus-kasus pelanggaran hak kebebasan beragama dan beribadah. Di samping itu, Pancasila juga mengalami tantangan dengan kemunculan ideologi transnasional yang mendorong intoleransi dan radikalisme.
“Kita masih mengalami persekusi terhadap orang yang sedang beribadah. Itu sangat sulit diterima di dalam negara Pancasila,” katanya.
Pilihan Editor: Alasan Demokrat Yakin Hubungan Prabowo-Jokowi Sulit Dipisahkan