TEMPO.CO, Jakarta - Korban dugaan pelanggaran etik tindakan asusila Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy’ari, berencana meminta perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Korban yang juga Pengadu merupakan mantan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Belanda yang sebelumnya melaporkan Hasyim Asy’ari ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI atas dugaan pelanggaran etik tindakan asusila.
Aristo Pangaribuan, tim kuasa hukum Pengadu menyampaikan rencana permintaan perlindungan tersebut usai persidangan perdana kasus dugaan pelanggaran etik Hasyim Asy'ari pada Rabu, 22 Mei 2024 di Gedung DKPP RI, Jakarta Pusat. Sidang digelar selama kurang lebih delapan jam, sejak pukul 09.38 WIB hingga 17.15 WIB.
“Akan (ke LPSK). Belum tapi, karena ini tahap awalnya. Kita mau lihat sebenarnya reaksinya bagaimana, reaksinya positif dari DKPP,” ujar Aristo saat ditemui usai sidang.
Dia juga menuturkan, dalam sidang tersebut, korban hadir atas kemauannya sendiri dan sempat mengonfrontasi langsung Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari.
"Justru banyak tanya jawab langsung antara Pengadu dan Teradu. Dia ingin mengonfrontir langsung, dia ingin menjelaskan langsung tentang situasinya. Saya rasa justru itu sangat membantu dan sangat diapresiasi oleh DKPP," imbuh Aristo.
Aristo menjelaskan bahwa korban didampingi psikolog saat menghadiri sidang perdana di DKPP pada Rabu, 22 Mei 2024. Pendampingan psikologis diberikan karena korban merasa trauma saat bertemu dengan Hasyim di ruang sidang. Sidang juga sempat dihentikan beberapa kali karena kondisi emosional korban yang tidak stabil.
"Sidang itu dihentikan beberapa waktu ya. Ada psikolog klinis kemudian ada juga dari Komnas Perempuan dan Komnas HAM yang ikut memantau," kata Aristo.
Sebelumnya, pada 18 April 2024, Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dilaporkan ke DKPP RI oleh korban, melalui Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-PPS FH UI) dan Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK). Hasyim dituduh menggunakan relasi kuasa untuk mendekati, membina hubungan romantis, dan melakukan perbuatan asusila terhadap pengadu, termasuk menggunakan fasilitas jabatan sebagai Ketua KPU RI.
Ini bukan kali pertama Hasyim menghadapi masalah etik terkait dugaan perbuatan asusila. Sebelumnya, dia pernah dinyatakan melanggar etik dan dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir oleh DKPP karena berkomunikasi tidak patut dalam dugaan pelecehan seksual terhadap Ketua Umum Partai Republik Satu, Mischa Hasnaeni Moein, yang dikenal sebagai Wanita Emas.
Meskipun telah beberapa kali dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir, DKPP tidak pernah mencopot atau memecat Hasyim dari jabatannya.
Pilihan editor: Fakta-fatka yang Perlu Diketahui soal Pembubaran People's Water Forum 2024 di Bali