TEMPO.CO, Jakarta - Kabinet Prabowo disinyalir akan diisi lebih banyak menteri. Setelah Prabowo ditetapkan sebagai presiden terpilih pada Rabu, 24 April 2024. Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman memberi sinyal bahwa Prabowo akan membentuk koalisi atau kabinet gemuk dalam mengawal pemerintahannya ke depan. Koalisi gemuk itu akan beranggotakan Koalisi Indonesia Maju dan sejumlah partai politik pendukung calon presiden rival Prabowo dalam pemilihan presiden 2024. Lantas, apa itu kabinet gemuk?
Kabinet gemuk adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada kabinet yang memiliki jumlah menteri yang lebih banyak dari biasanya. Seperti dikutip dari Antara, pada masa Orde Baru Kabinet Pembangunan I terdiri atas dua menteri koordinator (menko) dan 25 menteri atau total 27 orang. Jumlah menteri kemudian bertambah pada Kabinet Pembangunan III menjadi tiga menko, 21 menteri/menneg, dan enam menteri muda (menmud) dengan total 30 orang.
Selanjutnya, Kabinet Pembangunan IV makin gemuk dengan total 37 orang, terdiri atas tiga menko, 29 menteri/menneg, dan lima menmud. Pada Kabinet Pembangunan V bertambah satu menteri muda dengan total 38 orang.
Pada Kabinet Reformasi Pembangunan era pemerintahan Habibie jumlahnya bertambah menjadi 36 orang, yakni empat menko dan 22 menteri/menneg. Sementara itu, pada era Abdurrahman Wahid terdapat 34 pembantu presiden, terdiri atas tiga menko dan 31 menteri/menneg
Di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono periode pertama sebanyak 35 menteri, terdiri atas empat menko dan 31 menteri/menneg. Pada periode kedua susunan Kabinet Indonesia Bersatu II makin gemuk atau 51 menteri dengan penambahan 17 wakil menteri (wamen).
Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, susunan Kabinet Kerja terdiri atas empat menko, 20 menten/menhed, dan tiga wamen dengan total 37 Menteri. Periode berikutnya, Kabinet Indonesia Maju jumlah menteri terbanyak, yakni 52 orang terdiri atas empat menko, 31 menteri/menneg, dan 17 wakil Menteri.
Sementara itu, Prabowo Subianto merangkul semua partai politik pendukung dan rivalnya dalam Pemilihan Presiden 2024. Dikutip dari Koran Tempo edisi Jumat, 3 Mei 2024 dalam koalisi yang hendak dibentuk pemerintah Prabowo-Gibran, ada 41 posisi menteri yang ditawarkan, sehingga formasi menteri kabinet bertambah dari 34 menteri seperti saat ini.
Disamping itu, kabinet gemuk juga melahirkan risiko politik. Dikutip dari jurnal Risiko Koalisi Gemuk Dalam Sistem Presidensial Di Indonesia oleh Idul Rishan, ada tiga masalah yang muncul dari pembentukan koalisi gemuk.
Pertama, pemerintahan cenderung bersifat kompromistis. Akibat meleburnya kekuasaan eksekutif dan legislatif, presiden menjadi sangat akomodatif terhadap kepentingan-kepentingan partai politik.
Kedua, koalisi gemuk tidak sepenuhnya menjamin stabilitas pemerintahan khususnya pada relasi Presiden dan DPR. Dalam koalisi gemuk di parlemen, anggota partai berusaha untuk tetap sejalan dengan sikap pemerintah, tetapi di sisi lain wajib memperhatikan kepentingan ketua umum partai politik. Dualisme ini yang menyebabkan koalisi gemuk tidak serta-merta menjamin stabilitas pemerintahan
Ketiga, koalisi gemuk bisa menjadi jebakan otoritarian. Dalam hal ini, presiden tidak hanya menjadi episentrum kekuasaan eksekutif, tetapi juga menjelma sebagai pengendali kekuatan partai-partai politik yang ada di parlemen. Kecenderungan ini menyebabkan pemerintahan menjadi sangat mudah terperangkap pada rezim otoritarian.
Selain itu, Dikutip dari Koran Tempo edisi 26 Maret 2024, pengajar politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Adi Prayitno, mengatakan ketiadaan partai politik oposisi akibat cabinet gemuk berakibat buruk terhadap demokrasi.
Menurut Adi, demokrasi akan berjalan baik ketika kekuatan politik antara eksekutif dan legislatif berimbang. Kekuatan oposisi atau partai politik di luar pemerintahan dibutuhkan untuk mengawasi presiden dalam menjalankan pemerintahan.
"Fungsi pengawasan kubu yang kalah terhadap pihak yang menang dan dalam menjalankan kekuasaan tidak boleh ditiadakan," katanya.
Dikutip dari Koran Tempo edisi 25 Maret 2024, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin juga berpendapat kabinet gemuk sangat berbahaya ketika eksekutif hanya mengutamakan kepentingan pribadi maupun kelompoknya. Eksekutif akan cenderung menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan karena pengawasan DPR melemah.
"Checks and balances tidak akan ada. Lalu oposisinya akan bergeser kepada masyarakat sipil dan akademikus," kata dia. "Kekuasaan yang kuat, maka penyalahgunaannya juga akan banyak."
KHUMAR MAHENDRA | ANDI ADAM FATURAHMAN | NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI
Pilihan Editor: Jokowi Respons Rencana Prabowo Tambah Kementerian hingga 40