TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, menyebut, perubahan istilah kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua menjadi Organisasi Papua Merdeka (OPM) yang dilakukan TNI, tidak memiliki arti apa pun. Pasalnya, perubahan istilah itu hanya dilakukan oleh TNI dan bukan sebagai kebijakan negara.
"Saya ingin mengingatkan TNI bahwa inisiatif perubahan atribusi itu sebenarnya tidak berarti apa-apa tanpa adanya perubahan kebijakan atau keputusan politik negara," ucap Khairul saat dihubungi Tempo pada Senin, 15 April 2024.
Adapun perubahan penyebutan nama itu sesuai instruksi Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto melalui surat perintah tertanggal 5 April 2024. Panglima memerintahkan Komando Daerah Militer XVII/Cendrawasih dan Komando Daerah Militer XVIII/Kasuari serta jajaran untuk menggunakan kembali sebutan OPM. Sementara, Kepolisian masih menggunakan terminologi Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
Menurut Khairul, dengan atau tanpa perubahan istilah, kelompok bersenjata di Papua memang bertujuan untuk melepaskan diri dari NKRI. Artinya, kata dia, perubahan sebutan itu justru sesuai dengan klaim mereka.
Khairul menjelaskan, sepanjang tidak ada perubahan kebijakan dan keputusan negara, maka Operasi Militer Selain Perang atau OMSP TNI di Papua masih akan sama seperti sebelumnya, yaitu TNI membantu Polri dalam rangka pemeliharaan keamanan dan ketertiban. "Bukan OMSP TNI dalam rangka mengatasi gerakan separatis maupun pemberontakan bersenjata," tutur dia.
Dia juga mengingatkan, perubahan istilah ini juga berpotensi meningkatkan eskalasi konflik di Papua. Kelompok separatis ini, kata Khairul, akan melakukan kekerasan sebagai unjuk eksistensi dan sarana penyampaian pesan kemerdekaan yang mereka perjuangkan.
Khairul mengatakan, penyerangan dan penghadangan memang hal yang lazim dilakukan oleh kelompok separatis bersenjata sebagai bagian dari strategi perang gerilya. Tujuannya yaitu teror, provokasi dan propaganda.
Karena itu, Khairul meminta pemerintah untuk berhati-hati sebelum memutuskan perubahan istilah ini sebagai keputusan negara. Pasalnya, keputusan ini juga akan berdampak kepada respons dunia internasional.
"Makanya sebelum perubahan status benar-benar dilakukan, pemerintah perlu memastikan kemampuan dan kesiapannya," ujar dia.
Pilihan editor: Denny Indrayana Sebut 4 Opsi Putusan MK soal Sengketa Pilpres 2024