TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto telah menginstruksikan stafnya untuk mengganti istilah Kelompok Separatis Teroris (KST) dan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) dengan Organisasi Papua Merdeka (OPM) kembali.
Berdasarkan surat perintah tertanggal 5 April 2024, Panglima TNI memerintahkan kepada Komando Daerah Militer XVII/Cendrawasih dan Komando Daerah Militer XVIII/Kasuari untuk menggunakan kembali sebutan OPM dalam konteks tersebut.
Lantas, apa konsekuensi perubahan penyebutan istilah tersebut?
1. Meningkatkan kekerasan
Mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ifdhal Kasim, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap konsekuensi dari penggantian istilah KKB menjadi OPM yang dilakukan oleh TNI di Papua. Menurut dia, perubahan istilah tersebut bisa memicu peningkatan eskalasi kekerasan di wilayah tersebut.
"Apa yang barusan terjadi di Paniai menunjukkan eskalasi kekerasan akan meningkat," tutur Ifdhal saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 13 April 2024. Dia menyatakan bahwa dengan mengubah istilah tersebut, TNI tidak lagi menyamarkan identitas kelompok tersebut dengan sebutan KKB yang biasanya dikaitkan dengan gangguan terhadap ketertiban dan menjadi ranah tugas Polri.
Dia menegaskan bahwa penggunaan istilah OPM oleh TNI memiliki implikasi terhadap pengakuan terhadap eksistensi OPM sebagai entitas politik yang berusaha untuk mendirikan negara sendiri. Karena itu, terminologi yang digunakan oleh TNI akan mempengaruhi pendekatan penyelesaian konflik di Papua.
2. Konflik akan tetap ada
Pakar militer Beni Sukandis mengkritik kebijakan TNI tersebut. Menurut dia, perubahan nama KKB menjadi OPM tidak akan secara signifikan menyelesaikan konflik di Papua. Dia berpendapat bahwa TNI seharusnya lebih mengutamakan pendekatan politik.
Beni menganggap bahwa selama ini pemerintah keliru dalam memandang penyelesaian masalah Papua. Dia menjelaskan bahwa akar masalah separatis Papua sebagian besar berasal dari ketidakpuasan terhadap hak politik dan ekonomi rakyat Papua yang belum dikelola dengan baik oleh pemerintah pusat.
Menurut dia, pendekatan keamanan yang sudah dilakukan puluhan tahun ini belum menunjukkan hasil karena tujuan operasi keamanan yang tidak jelas. "Nampaknya TNI memiliki hambatan dari sisi taktis yaitu aparat TNI tidak begitu mengetahui kontur wilayah di Papua yang sulit terutama hutan dan gunung," kata dia.
3. Memunculkan stigma buruk
Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, juga memberikan tanggapannya terhadap perubahan istilah tersebut. Menurut dia, perubahan tersebut dapat menimbulkan stigma negatif terhadap masyarakat Papua. Selain itu, dia mengemukakan bahwa penyebutan OPM cenderung memperkuat pendekatan militer dalam menghadapi konflik.
Al Araf menilai bahwa sebaliknya, pemerintah dan TNI seharusnya mengutamakan pendekatan dialogis dalam penyelesaian konflik di Papua. “Bukan dengan penamaan istilah OPM dan operasi militer,” ucap dia.
4. Pemerintah harus segera melakukan mitigasi dampak
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menekankan perlunya pemerintah mengurangi dampak dari perubahan istilah kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua menjadi Organisasi Papua Merdeka (OPM). Mereka mengungkapkan kekhawatiran bahwa perubahan istilah ini dapat memengaruhi keamanan masyarakat sipil di Papua.
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya Saputra, menyatakan bahwa perubahan nama ini harus disertai dengan jaminan perlindungan dari negara bagi masyarakat di Papua. "Terutama untuk menjaga supaya tidak ada korban yang kembali berjatuhan," ucap Dimas saat dihubungi Tempo pada Jumat, 12 April 2024.
YOHANES MAHARSO | INTAN SETIAWANTY | SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: Anggota Komisi I DPR Nilai Perubahan Istilah KKB Jadi OPM Tak Boleh Hanya Dilakukan TNI