TEMPO.CO, Jakarta - Beredar video warga Papua diduga dianiaya oleh sejumlah anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Pos Gome di wilayah Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Sejumlah organisasi kemanusiaan angkat bicara soal tindakan anggota TNI tersebut.
Berikut pernyataan sejumlah organisasi kemanusiaan soal dugaan tindakan penganiayaan terhadap warga Papua yang dikutip dari Tempo.
Amnesty International
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan penganiayaan warga sipil oleh anggota TNI merupakan peristiwa yang kerap terjadi di Papua. Menurut Usman, berulangnya kasus itu karena pemerintah dan TNI tidak pernah memberikan hukuman kepada pelaku penganiayaan.
"Tindakan bisa berulang karena selama ini tidak ada penghukuman atas anggota yang terbukti melakukan kejahatan penculikan, penyiksaan hingga penghilangan nyawa," kata Usman dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 23 Maret 2024.
Usman melanjutkan, bantahan pejabat militer perihal keterlibatan anggotanya terkesan menutupi kasus. Reaksi seperti ini bisa membuat bawahan merasa dilindungi atasan saat terlibat kejahatan. Padahal, katanya, tindakan anggota TNI tersebut tergolong penyiksaan kejam.
Penganiayaan yang dilakukan prajurit itu juga menginjak-injak perikemanusiaan yang adil dan beradab. Tidak seorangpun di dunia ini, termasuk di Papua, boleh diperlakukan tidak manusiawi dan merendahkan martabat. "Apalagi sampai menimbulkan hilangnya nyawa," ujarnya.
Usman menilai pernyataan-pernyataan petinggi TNI dan pejabat pemerintah lainnya soal pendekatan kemanusiaan maupun kesejahteraan menjadi tidak ada artinya sama sekali. Sebab, lanjut Usman, hal itu kerap diabaikan oleh aparat di lapangan.
Karena itu, Usman mendesak dibentuknya tim gabungan pencari fakta untuk mengusut kejadian ini secara transparan, imparsial, dan menyeluruh. Menurut dia, harus ada refleksi tajam atas penempatan pasukan keamanan di Tanah Papua yang selama ini telah menimbulkan jatuhnya korban.
Imparsial
Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra mengatakan, peristiwa penganiayaan warga sipil oleh anggota TNI menjadi bukti berulangnya kasus kekerasan di Papua. Menurut Ardi, kejadian itu berulang karena pemerintah selalu menggunakan pendekatan keamanan dalam menangani konflik di Bumi Cendrawasih.
"Selama menggunakan pendekatan keamanan itu kekerasan politik dan pelanggaran HAM akan terus berlangsung di Papua," kata Ardi dalam rilis yang diterima, Sabtu, 23 Maret 2024.
Ardi mengatakan pendekatan keamanan yang diterapkan terlihat dari upaya pemerintah yang terus mengirim pasukan TNI non-organik dari luar Papua. Alih-alih menyelesaikan konflik, pengiriman itu justru menimbulkan berbagai kekerasan politik di Papua.
Karena itu, Ardi meminta pemerintah mengubah cara pandang dan pendekatan dalam penanganan konflik Papua. Pendekan harus dengan cara pandang lebih menghormati hak asasi dan martabat masyarakat Papua.
"Salah satunya melalui dialog yang bersifat setara dan inklusif dengan berbagai kelompok di Papua," kata Ardi.
Menurut Ardi, penyiksan tersebut merupakan tindakan yang keji dan sangat tidak berperikemanusiaan serta tidak dibenarkan dengan dalih dan alasan apapun. Penyelidikan secara menyeluruh dan independen harus segera dilakukan. Bila terbukti benar seluruh pelakunya harus diproses hukum dan disanksi berat sesuai dengan perbuatannya.
Ia mengatakan, instrumen hukum HAM nasional maupun internasional sesungguhnya telah melarang semua bentuk penyiksaan, tindakan keji dan tidak manusiawi yang merendahkan martabat manusia. Tidak boleh ada pembiaran apalagi toleransi sedikitpun terhadap berbagai bentuk praktik penyiksaan. Negara memiliki kewajiban untuk melakukan penyelidikan setiap dugaan penyiksaan yang terjadi dan menghukum berat para pelakunya.