TEMPO.CO, Jakarta - Badan legislasi DPR telah mengesahkan RUU Daerah Khusus Jakarta melalui rapat pengambilan keputusan dengan pemerintah di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Senin, 19 Maret 2024. Berikutnya, RUU DKJ akan dibahas dalam rapat pengambilan keputusan tingkat II atau rapat paripurna DPR terdekat sejak disahkannya RUU tersebut.
Penyusunan RUU DKJ sendiri merupakan konsekuensi dari pemindahan ibu kota dari DKI Jakarta ke IKN Nusantara. Dengan demikian, status Jakarta akan berubah dari ibu kota menjadi daerah khusus yang diatur dalam UU DKJ.
Adapun RUU DKJ terdiri dari 12 bab dan 73 pasal. Di antaranya, RUU ini mengandung aturan tata cara pemilihan gubernur DKJ hingga ketentuan kawasan aglomerasi. Berikut poin-poin penting menjelang disahkannya RUU DKJ menjadi UU:
Gubernur dan Wakil Gubernur Dipilih Melalui Pilkada
RUU DKJ sempat menuai kontroversi akibat draf awalnya yang mengandung ketentuan gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk oleh presiden. Namun, ketentuan tersebut diubah setelah pemerintah mengusulkan pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKJ tetap dilakukan melalui Pilkada.
Pemerintah awalnya mengusulkan perubahan agar Pilkada DKJ berlangsung hanya satu putaran. Hal tersebut dikatakan agar sesuai dengan ketentuan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan pelaksanaan Pilkada di daerah khusus lainnya, seperti Aceh dan Papua.
Namun, DPR dan pemerintah akhirnya sepakat untuk mempertahankan mekanisme pemilihan gubernur dan wakil gubernur yang ada sebelumnya. Maka, dalam RUU DKJ, gubernur dan wakil gubernur Jakarta dinyatakan menang jika memperoleh lebih dari 50 persen suara, mirip dengan tata cara Pilpres. Hal tersebut sama dengan ketentuan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang DKI Jakarta.
Kawasan Aglomerasi
RUU DKJ mengatur soal kawasan aglomerasi atau kawasan yang saling terkait secara fungsional dan terintegrasi. Setelah tak jadi ibu kota nanti, Jakarta akan menjadi kota aglomerasi yang pembangunannya diikuti kota-kota satelitnya, di antaranya Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur).
Menurut Ketua Panja RUU DKJ Achmad Baidowi atau Awiek, perluasan atau penentuan wilayah kawasan aglomerasi akan ditentukan oleh pemerintah pusat melalui Peraturan Pemerintah. “Itu menjadi domain pemerintah untuk memastikan mana saja daerah kawasan yang menjadi bagian dari aglomerasi,” ucap Awiek usai rapat pengesahan RUU DKJ, Senin.
Ketua dan Anggota Dewan Aglomerasi
Pembangunan kawasan aglomerasi akan diarahkan oleh Dewan Kawasan Aglomerasi. Tugas dan fungsi lembaga tersebut akan mirip dengan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Papua. Nantinya dewan tersebut akan mengharmonisasi pembangunan antardaerah yang termasuk dalam kawasan aglomerasi, namun tidak berarti mengambil alih kebijakan pembangunan dari pemerintah daerah.
Sebelumnya, ada wacana Dewan Kawasan Aglomerasi akan otomatis dipimpin oleh wakil presiden. Namun, ketentuan RUU DKJ saat disahkan mengatur bahwa penunujukkan pimpinan dan anggota Dewan Aglomerasi menjadi kewenangan presiden.
Monas dan GBK Tetap Milik Pemerintah Pusat
Baleg DPR dan pemerintah juga sepakat untuk menghapus ketentuan peralihan kepemilikan aset pemerintah pusat ke pemerintah DKJ. Maka dari itu, pemerintah tidak akan menyerahkan kepemilikan dan pengelolaan Kawasan Gelora Bung Karno, Kawasan Monumen Nasional, dan Kawasan Kemayoran kepada Provinsi DKJ.
Dalam rapat RUU DKJ, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Rionald Silaban menyebut pemerintah menghendaki kepemilikan aset Kawasan GBK, Monumen Nasional, dan Kemayoran tetap dikelola pemerintah pusat karena objek tersebut masuk sebagai barang milik negara (BMN), yang pengelolaannya akan menjadi tanggung jawab Menteri Keuangan.
Namun, kata dia, pemerintah Provinsi DKJ nantinya tetap dapat mengusulkan pemanfaatan barang milik negara tersebut kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, sebagaimana ketentuan yang tercantum dalam Pasal 48 RUU DKJ.
Usulan DKJ Ibu Kota Legislasi Ditolak
Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas mengatakan ada usul agar Jakarta secara khusus menjadi ibu kota legislatif setelah tidak lagi menjadi ibu kota negara. Menurutnya, usul itu disampaikan salah satu anggota Panja RUU DKJ untuk memberikan kekhususan yang bermakna kepada DKJ.
Namun, usul itu akhirnya ditolak dan tidak masuk dalam naskah RUU DKJ yang disahkan. Dengan demikian, parlemen akan tetap harus pindah ke IKN Nusantara nantinya.
Tidak Ada Tenggat Waktu Pindah ke IKN
DPR dan pemerintah menetapkan tidak ada tenggat waktu khusus untuk pemindahan kegiatan pemerintahan ke IKN dalam naskah RUU DKJ. Hal tersebut akan disesuaikan dengan tahapan yang diatur dalam peraturan presiden, khususnya karena telah ada rancangan linimasa pemindahan ibu kota dari Jakarta ke IKN Nusantara yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022.
Pilihan Editor: Rakyat Disebut Bakal Sulit Sampaikan Aspirasi Jadi Alasan DPR Ogah Dipindah ke IKN