TEMPO.CO, Jakarta - Pakar telematika Roy Suryo menjadi ahli yang bersaksi di sidang sengketa informasi yang digelar Komisi Informasi Pusat atau KIP antara Yayasan Advokasi Hak Konstitusional Indonesia (Yakin) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Roy mengungkapkan pendapatnya soal keterbukaan informasi terkait Pemilu 2024 yang diminta Yakin.
"Bisa saya sampaikan bahwa data detail yang diminta oleh pemohon, baik pada register nomor 001 maupun 002, itu semuanya harus bersifat terbuka," kata Roy yang menghadiri sidang secara daring pada Senin, 18 Maret 2024.
Baca juga:
Sebagai informasi, Yakin menggugat KPU ke KIP dengan tiga perkara berbeda. Pertama, perkara nomor 001/KIP-PSIP/II/2024 dimana Yakin meminta informasi data real count Pemilu 2024 berupa data mentah, seperti file .csv harian.
Perkara kedua adalah 002/KIP-PSIP/II/2024. Yakin meminta informasi kepada KPU mengenai rincian infrastruktur teknologi Pemilu 2024, termasuk topologi, rincian server-server fisik, server-server cloud dan jaringan, lokasi setiap alat dan jaringan, rincian alat-alat keamanan siber seperti CDN (jaringan pengiriman konten), DDoS protection (perlindungan terhadap serangan penolakan layanan terdistribusi), dan sebagainya.
Selain itu, Yakin juga meminta rincian layanan-layanan Alibaba Cloud yang digunakan oleh KPU. Ini termasuk proses pengadaan layanan cloud dan kontrak antara KPU atau perwakilannya dengan Alibaba Cloud.
Ketiga, perkara nomor 003/KIP-PSIP/II/2024 dimana Yakin meminta informasi daftar pemilih tetap atau DPT dan data hasil (suara total, suara sah, suara tidak sah) mentah dan lengkap untuk semua Pemilu sejak 1999 sampai 2024. Namun, dalam sidang sebelumnya KPU mengklaim informasi ini bersifat rahasia sehingga perkara nomor 003 masuk ke mediasi.
Roy melanjutkan, perolehan suara hasil dari Pemilu adalah hak masyarakat. Menurut dia, masyarakat harusnya bisa mengetahui data-data perolehan suara atau rekapitulasi dalam setiap jenjang, mulai dari tempat pemungutan suara atau TPS, di tingkat kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional.
"Karena undang-undang mengatakan hanya KPU yang memiliki data itu dan hanya KPU yang kemudian bersifat legitimate untuk menginformasikan ke publik," beber Roy.
Pada perkara 002, dirinya menuding KPU menyalahgunakan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi. Dalam beleid itu, kata dia, sistem yang dibiayai oleh anggaran negara harus dibuka kepada masyarakat.
"Jadi tidak boleh sistem itu ditutup dengan alasan keamanan, kecuali yang dilindungi adalah bagaimana proteksinya, bagaimana firewall-nya, bagaimana backdoor-nya, bagaimana loophole-nya," ujar Roy.
Roy juga menyoroti nota kesepahaman alias MoU soal Sirekap antara KPU dengan Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 2021 lalu. Dia menuturkan, MoU ini juga harus dibuka kepada masyarakat.
"Oleh karenanya, andai kata menggunakan mekanisme, sistemnya ada di mana, kemudian topologinya, kemudian menggunakan jaringan di dalam negeri dan di luar negeri, nah itu harus diinformasikan kepada publik," tutur Roy.
Dia kembali menyitir UU 27/2022 yang menyatakan data yang bersifat pribadi dan milik masyarakat tidak boleh diletakkan di luar negeri. Sehingga harus diletakkan di dalam negeri.
"Server itu ada pada Allium Computing, subsidiary dari Alibaba Computer yang ada di Singapura," ujar Roy Suryo.
PIlihan Editor: Idham Holik Sebut Jabar Batal Rekapitulasi Nasional Senin Malam, Ini Sebabnya