TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengungkapkan bahwa Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) akan membahas aglomerasi Jakarta dengan wilayah sekitarnya setelah Jakarta tak lagi menjadi Ibu Kota. Tujuannya adalah untuk memastikan kejelasan setelah keputusan pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan Timur.
“Mulai April ini kami menjelaskan betul isu masalah aglomerasi ini supaya tidak diplintir ke mana-mana. Kami lihat sudah mulai plintirnya banyak. Disepakati saat itu disebut saja dengan kawasan aglomerasi,” ujar Tito dalam rapat kerja bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR, membahas RUU DKJ di Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu, 13 Maret 2024.
RUU DKJ mengusulkan pembentukan Dewan Kawasan Aglomerasi untuk menyelaraskan pembangunan Jakarta dengan daerah sekitarnya, seperti Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur).
Tito juga menyebutkan, penting untuk menegaskan istilah yang tepat mengingat banyak pihak telah mengajukan berbagai istilah seperti kawasan metropolitan Jakarta, Jabodetabek, megapolitan, atau aglomerasi.
Menurut dia, beberapa pihak menentang penggunaan istilah megapolitan atau metropolitan karena menganggap akan berdampak pada banyak undang-undang daerah. “Nanti akan mengubah UU banyak sekali. UU Jabar, UU Banten, UU Depok, UU Bekasi, banyak sekali,” lanjutnya.
Tito menekankan perlunya harmonisasi dalam kawasan aglomerasi untuk mengatasi berbagai masalah, seperti banjir, sampah, lalu lintas, dan polusi. Untuk itu, wewenang aglomerasi DKJ diusulkan berada di bawah Wakil Presiden (Wapres).
Dia juga membeberkan alasannya, “Presiden memiliki tanggung jawab nasional pekerjaannya sangat luas sekali, maka perlu lebih spesifik ditangani oleh Wapres."
Namun, Tito menegaskan bahwa bukan berarti Wapres akan mengambil alih tugas Pemerintah Daerah, melainkan akan bertanggung jawab kepada Presiden.
Meskipun Jakarta masih menjadi ibu kota hingga keputusan presiden (Keppres) terbit, RUU DKJ telah memasukkan rencana pembentukan kawasan aglomerasi untuk menyinkronkan pembangunan dengan daerah sekitarnya.
Dalam RUU tersebut diatur bahwa kawasan aglomerasi adalah kawasan perkotaan dalam konteks perencanaan wilayah, di mana dilakukan penyatuan pengelolaan beberapa kota dan kabupaten dengan kota induk, walaupun berbeda administrasinya.
Beleid tersebut tercantum dalam Pada Pasal 55 RUU DKJ, yang menyebutkan pembentukan Dewan Kawasan Aglomerasi akan dipimpin oleh Wapres untuk mengkoordinasikan pembangunan kawasan aglomerasi. Sehingga, nantinya Wapres memiliki fungsi strategis berupa mengoordinasikan tata ruang di Kawasan Aglomerasi.
Pilihan Editor: Anies Baswedan Belum Pastikan Jadi Oposisi: Bagaimana Kalau Ada Putaran Dua?