INFO NASIONAL - Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan, Negara harus memberi perhatian lebih kepada masyarakat yang lemah dan berkekurangan, dengan berpijak pada data-data resmi tentang stunting, anak putus sekolah, hingga kematian ibu dan bayi.
Menurutnya, kewajiban menyejahterakan masyarakat sudah ditegaskan dalam Pasal 34 ayat 1 UUD 1945. Pasal ini berisi perintah kepada negara untuk peduli pada komunitas warga yang lemah dan berkekurangan, dengan kewajiban memelihara fakir miskin dan anak-anak terlantar agar dapat hidup layak.
Baca juga:
“Kewajiban negara itu sudah dilaksanakan dari waktu ke waktu melalui aneka program pembangunan berkelanjutan,” ujarnya, Senin, 4 Maret 2024.
Komitmen itu pun terus diperbarui, antara lain dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin. Pembaharuan ini terbukni meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. Data yang dilaporkan, sepanjang periode 2010-2022, rata-rata IPM Indonesia meningkat sebesar 0,77 persen per tahun.
Semua dimensi pembentuk IPM Indonesia mengalami peningkatan kesempatan mengenyam pendidikan, umur panjang, hidup sehat, standar hidup layak dan tingginya harapan hidup bayi. Kehidupan layak berdasarkan pengeluaran ril per kapita pun dilaporkan terus membaik.
Namun, kewajiban dan pekerjaan negara membangun masyarakat masih belum bisa dituntaskan karena masih banyak kasus stunting, anak putus sekolah hingga kematian ibu dan bayi.
Bamsoet mengatakan, masalah stunting tetap menuntut perhatian lebih. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) prevalensi stunting nasional pada tahun 2022 sebesar 21,6 persen.
Untuk anak putus sekolah, menurut data Survei Sosial Ekonomi Nasional, yang diolah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tahun 2022, sebanyak 4.087.288 anak usia sekolah 7-18 tahun tidak bersekolah.
Angka kematian ibu dan bayi di Indonesia pun berada di tiga besar dalam lingkungan ASEAN. Berdasarkan data Sensus Penduduk 2020, angka kematian ibu melahirkan mencapai 189 per 100 ribu kelahiran hidup. Sedangkan kematian bayi tercatat mencapai 16,85 per 1.000 kelahiran hidup.
“Masalah seperti itu umumnya dialami atau dihadapi oleh warga negara yang berkekurangan atau lemah dari aspek ekonomi. Demikian lemahnya sehingga mereka tak mampu untuk sekadar memenuhi kecukupan standar gizi atau membiayai kebutuhan sekolah,” kata Bamsoet.
Menurutnya, negara harus hadir untuk mengatasi persoalan ini agar tidak ada warga negara atau komunitas yang terpaksa ditinggalkan oleh percepatan proses pembangunan yang menjadi tuntutan perubahan zaman.
“Bahkan negara pun hendaknya memrioritaskan masalah ini agar tidak ada komunitas yang tertinggal apalagi terabaikan di tengah percepatan proses pembangunan berkelanjutan sebagai tanggapan atas perputaran roda perubahan zaman,” kata Bamsoet.(*)