TEMPO.CO, Jakarta - Dalam film dokumenter Dirty Vote Ahli Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menjelaskan fenomena ketika bantuan sosial atau bansos sering dimanfaatkan sebagai alat politik. Ia kemudian mengacu pada suatu konsep dalam ilmu politik yang dikenal sebagai politik gentong babi.
"Dalam konteks mengapa bansos sering kali dimanfaatkan untuk kepentingan politik, terdapat satu konsep dalam ilmu politik yang dikenal sebagai politik gentong babi atau pork barrel politics," ujar Bivitri Susanti dalam film yang disutradarai oleh Dandhy Laksono yang menghebohkan di masa tenang Pilpres 2024 tersebut.
Asal usul Politik Gentong Babi
Mengutip studi yang dilakukan oleh Lancaster yang berjudul Electoral Structures and Pork Barrel Politics, disebutkan bahwa pork barrel atau politik gentong babi, mengacu pada praktik ketika para anggota parlemen atau politisi menggunakan dana publik untuk membiayai proyek-proyek atau program-program yang memberikan manfaat langsung kepada konstituen mereka atau untuk memperkuat posisi politik mereka sendiri.
Meskipun istilah ini sering dikaitkan dengan politik di Amerika Serikat, praktik serupa dapat ditemukan di berbagai negara dengan sistem politik yang mirip, termasuk Indonesia
Praktik pork barrel sering kali melibatkan alokasi dana yang signifikan untuk proyek-proyek infrastruktur atau program-program pemerintah di daerah pemilih seseorang, tanpa mempertimbangkan kebutuhan nasional secara keseluruhan atau pertimbangan kebijakan yang lebih luas.
Contoh konkret proyek-proyek ini termasuk pembangunan jalan, jembatan, sekolah, rumah sakit, atau fasilitas umum lainnya di dalam distrik pemilihan anggota parlemen atau politisi yang bersangkutan.
Ada beberapa alasan mengapa praktik pork barrel sering digunakan oleh politisi. Salah satunya adalah untuk mendapatkan dukungan politik dari konstituennya. Dengan mengalokasikan dana untuk proyek-proyek yang memberikan manfaat langsung kepada pemilih setempat, politisi berharap untuk memperoleh kepercayaan dan dukungan mereka pada saat pemilihan berikutnya. Dalam hal ini, pork barrel dianggap sebagai alat politik yang kuat untuk memperkuat basis politik seseorang.
Namun, meskipun pork barrel bisa menguntungkan bagi politisi secara politis, praktik ini juga mendapat banyak kritik. Salah satu kritik utamanya adalah bahwa alokasi dana publik seharusnya didasarkan pada pertimbangan kebijakan yang obyektif dan kebutuhan nasional, bukan untuk memperkuat posisi politik individu. Terlalu sering, proyek-proyek pork barrel tidak disusun berdasarkan kebutuhan riil atau prioritas nasional, tetapi untuk kepentingan politik dan elektoral.
Selain itu, praktik pork barrel juga dapat menyebabkan pemborosan dana publik dan berpotensi menjadi sumber korupsi. Proyek-proyek yang didanai melalui pork barrel sering kali tidak melalui proses seleksi yang ketat atau transparan. Hal ini dapat memungkinkan politisi atau pihak terkait untuk memanfaatkan dana publik untuk kepentingan pribadi atau untuk mendapatkan keuntungan finansial secara tidak sah.
Dalam beberapa kasus, praktik pork barrel juga dapat menciptakan ketidaksetaraan dan ketidakadilan dalam alokasi sumber daya publik. Wilayah-wilayah yang memiliki hubungan politik yang lebih kuat atau yang mewakili anggota parlemen yang memegang posisi penting dalam pemerintahan sering kali mendapatkan alokasi dana yang lebih besar daripada wilayah lain yang mungkin memiliki kebutuhan yang lebih mendesak.
Untuk mengatasi masalah ini, beberapa negara telah mencoba untuk mengontrol atau membatasi praktik pork barrel. Langkah-langkah ini mungkin termasuk penerapan aturan dan regulasi yang lebih ketat terkait alokasi dana publik dan transparansi dalam proses anggaran. Selain itu, lembaga pengawas dan auditor independen sering kali dibentuk untuk memantau penggunaan dana publik dan memastikan akuntabilitas dalam pengelolaannya.
Namun demikian, praktik pork barrel tetap menjadi perhatian dalam politik modern, dan sering kali menjadi topik perdebatan di berbagai negara. Sementara beberapa orang mendukungnya sebagai alat untuk memperkuat hubungan antara anggota parlemen dan konstituen mereka, yang lain melihatnya sebagai contoh yang buruk dari penggunaan dana publik untuk kepentingan politik individu. Sebagian besar, penyelesaian masalah terkait politik gentong babi memerlukan keseimbangan antara kepentingan politik individu dan kebutuhan nasional yang lebih luas.
SCHOLARHUB.UI.AC | JSTOR.ORG
Pilihan editor: Koalisi Masyarakat Sipil Anggap Laporan Terhadap Pemeran dan Sutradara Film Dirty Vote ke Polisi Sebagai Pembungkaman dan Kriminalisasi