TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Lolly Suhenty mengatakan, tim Bawaslu akan patroli pengawasan untuk mengantisipasi serangan fajar atau politik uang. "Kami pakai patroli pengawasan. Sejak kemarin masa tenang, patroli pengawasan sudah di-on-kan (diaktifkan), sehingga mereka bekerja 1x24 jam secara bergantian," kata Lolly di Gedung Bawaslu RI, Jakarta, Senin 12 Februari 2024.
Ia mengimbau masyarakat untuk melaporkan kepada Bawaslu jika menemukan serangan fajar, terutama pada hari pemungutan suara pada 14 Februari 2024. Ia menjelaskan laporan bisa diadukan ke media sosial Bawaslu humasbawaslu atau bawaslu.go.id. Pihaknya juga membuka hotline pengaduan Bawaslu. Laporan itu akan dicek oleh Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu.
Apa Itu Serangan Fajar?
Dikutip dari situs web Pusat Edukasi Anti Korupsi, istilah ini sebutan populer dari politik uang. Menurut Pasal 515 dan Pasal 523 ayat 1-3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 187 A ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, bentuk serangan fajar tidak terbatas pada uang.
Istilah ini juga berasal dari kalangan militer. Biasanya tentara menyergap dan menguasai daerah target secara mendadak di pagi buta agar tidak ketahuan. Itu sebabnya, dipraktikan para calon untuk meraup suara dengan cara yang curang.
Serangan fajar juga bisa dalam bentuk seperti paket sembako, voucher pulsa, bensin, atau bentuk fasilitas lainnya yang dapat dikonversi dengan nilai uang. Semua itu di luar ketentuan bahan kampanye yang diperbolehkan sesuai dengan Pasal 30 ayat 2 dan 6 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2018.
Serangan fajar merupakan tindak pidana yang mengingkari nilai kejujuran, bertujuan membeli suara atau mempengaruhi seseorang untuk mengubah pilihan sesuai dengan kemauan pemberi. Serangan fajar juga tidak sesuai dengan nilai-nilai antikorupsi, yaitu nilai jujur, adil, dan tanggung jawab.
Serangan fajar juga bisa menjadi salah satu pendorong terjadinya korupsi. Sebab, pihak pemberi akan kembali melakukan berbagai upaya yang melanggar aturan. Itu termasuk melakukan korupsi untuk mengembalikan modal yang dibagikan saat serangan fajar pada kampanye.
Dalam kampanye untuk meraup suara, calon pemimpin hanya diperbolehkan menggunakan produk yang telah diatur KPU dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 8 Tahun 2018, pasal 30 ayat 2 berbunyi: Bahan kampanye dalam bentuk selebaran/flyer, brosur/leaflet, pamphlet, poster, stiker, pakaian, penutup kepala, alat minum/makan, kalender, kartu nama, pin, dan atau alat tulis.
Di ayat 6 berbunyi: Setiap bahan kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila dikonversikan dalam bentuk uang nilainya paling tinggi Rp60.000.
Jenis Serangan Fajar
1. Uang
Pemberian amplop berisi uang umum dilakukan oleh orang yang mencalonkan diri. Nilai nominal yang diberikan sangat beragam. Uang cenderung dipilih karena mudah dibawa dan diberikan secara sembunyi-sembunyi.
2. Sembako
Sembilan bahan pokok atau sembako juga lazim menjadi barang yang diberikan saat serangan fajar. Sembako tersebut biasanya beras, minyak, gula pasir, dan sebagainya. Dalam tumpukan sembako tersebut akan diselipkan identitas calon pemimpin yang harus dipilih.
3. Barang Rumah Tangga
Barang rumah tangga juga bisa dijadikan produk serangan fajar. Misalnya, sabun cuci piring, sabun mandi, dan sebagainya. Tak lupa juga menyelipkan identitas calon yang didukung ke dalam bungkusan barang yang dibagikan.
YOLANDA AGNE | EKO ARI WIBOWO | ANTARA | KPK
Pilihan Editor: Bawaslu Bakal Patroli Antisipasi 'Serangan Fajar'