TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam sebuah pernyataan pada Rabu, 24 Januari 2024 di Lanud Halim Perdanakusuma, menegaskan bahwa dalam konteks pemilihan umum, presiden memiliki hak untuk turut serta dalam kampanye dan menunjukkan preferensi politiknya. Pernyataan ini disampaikan di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma.
Jokowi mengklaim bahwa pejabat publik secara inheren juga merupakan pejabat politik, sehingga tidaklah aneh jika mereka memilih untuk memihak dalam konteks Pemilihan Presiden (Pilpres), selama hal tersebut tidak melibatkan penggunaan fasilitas negara.
"Wajar saja jika pejabat publik turut berpolitik karena secara esensial mereka juga merupakan pejabat politik. Namun, penting untuk diingat bahwa dalam periode kampanye, penggunaan fasilitas negara harus dihindari," ujar Jokowi.
Menyikapi pernyataan tersebut, Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid, yang juga hadir pada saat pernyataan tersebut disampaikan, memberikan klarifikasi terhadap konteks pernyataan Jokowi. Meutya menyatakan bahwa Jokowi sebenarnya sedang menjelaskan aturan terkait partisipasi menteri dalam kampanye, dan bahwa semua menteri, termasuk presiden, memiliki hak yang sama dalam hal ini.
Baru-baru ini, Jokowi juga meresmikan operasional ruas jalan tol seksi Tebing Tinggi-Indrapura dan seksi Indrapura-Limapuluh di Provinsi Sumatera Utara tepatnya Rabu, 7 Februari 2024 tanpa didampingi Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, digantikan Menteri PUPR ad interim Budi Karya Sumadi. Terlihat pada kegiatan tersebut Meutya Hafid yang menyaksikan peresmian itu.
Jokowi saat itu kembali menyinggung pernyataannya di Halim Perdanakusuma pada Rabu, 24 Januari 2024, soal presiden memang diperbolehkan undang-undang untuk kampanye. "Tapi jika pertanyaannya apakah saya akan kampanye? saya jawab tidak. Saya tidak akan berkampanye," kata dia.
Presiden Joko Widodo kembali menegaskan dirinya tidak akan berkampanye meski ada undang-undang yang mengatur bahwa presiden boleh berkampanye.
Profil Meutya Hafid
Meutya Hafid adalah politisi yang berasal dari Partai Golongan Karya (Golkar) yang lahir di Bandung pada tanggal 3 Mei 1978. Ia menempuh pendidikan di bidang Teknik Manufaktur di The University of New South Wales Sydney pada tahun 1996-2000, dan kemudian melanjutkan studi di Ilmu Politik di Universitas Indonesia.
Kariernya dimulai sebagai seorang jurnalis di stasiun televisi Metro TV. Pada masa itu, Meutya Hafid bersama dengan rekan jurnalisnya, Budianto, mengalami insiden penculikan oleh sebuah kelompok yang menyebut diri mereka sebagai Faksi Tentara Mujahidin Irak, ketika sedang meliput di Irak.
Antara tahun 2016 hingga 2019, Meutya menjabat sebagai Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri di Partai Golkar. Selanjutnya, dari tahun 2016 hingga 2021, ia menjabat sebagai Ketua Bidang Hukum, HAM, dan Kebijakan Publik di Ketua Perempuan Partai Golkar (KPPG). Meutya juga aktif di Organisasi Masyarakat (Ormas) Partai Musyawarah Keluarga Gotong Royong, menjabat sebagai Ketua Bidang Strategi Opini dan Propaganda dari tahun 2015 hingga 2020.
Meutya kemudian memutuskan untuk terjun ke dunia politik praktis, dan mulai menjabat sebagai anggota DPR RI sejak tahun 2009 hingga 2019. Pada tanggal 29 Oktober 2019, ia ditetapkan sebagai Ketua Komisi I DPR RI yang memiliki cakupan tugas pertahanan, luar negeri, komunikasi, dan informatika.
Selama kariernya, Meutya Hafid telah menerima berbagai penghargaan, termasuk National Youth Achievement Award dari Pemerintah Singapura pada tahun 1996, Woman of Courage dari Kaukus Perempuan Singapura tahun 2005, Kartini Bidang Jurnalis dari Lions Club Jakarta tahun 2006, Asia 21 Young Leaders Meeting dari Korea Selatan pada tahun 2006, dan Elisabeth 'O' Neil Award dari Pemerintah Australia tahun 2007.
MICHELLE GABRIELA | SUKMA KANTHI NURANI | ADIL AL HASAN | ANANDA RIDHO SULISTYA | ANTARA | PARLIZA HENDRAWAN | YOHANES MAHARSO JOHARSOYO
Pilihan Editor: Meutya Hafid Hadir Saat Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak, Ini Profilnya