TEMPO.CO, Jakarta - Calon Presiden atau capres nomor urut 1 Anies Baswedan dalam Debat Capres Kelima mewacanakan pembentukan Kementerian Kebudayaan secara tersendiri. Ide itu disetujui oleh capres nomor urut 2 Prabowo Subianto. Pihaknya juga akan membentuk Kementerian Kebudayaan jika terpilih sebagai Presiden.
“Saya bisa menerima, saya juga setuju itu. Kalau saya jadi Presiden, saya juga memikirkan Kementerian Kebudayaan,” kata Prabowo pada Ahad malam, 4 Februari 2024.
Membahas soal Kementerian Kebudayaan, bagaimana jejaknya di Indonesia?
Secara kelembagaan, Indonesia sebenarnya sudah memiliki kementerian yang membidangi kebudayaan. Namun departemen tersebut tak berdiri sendiri alias digabung dengan bidang lainnya. Adapun kementerian yang membidangi kebudayaan adalah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau disingkat Kemendikbudristek.
Kementerian ini berlandaskan Perpres Nomor 62 Tahun 2021 tentang Kemendikbudristek. Di bidang kebudayaan, tugas dan fungsinya yaitu menyelenggarakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kebudayaan, perfilman, kesenian, tradisi, sejarah, cagar budaya, permuseuman, warisan budaya, dan kebudayaan lainnya.
Dilansir dari kemdikbud.go.id cikal bakal kementerian ini telah dibentuk sejak 19 Agustus 1945 atau dua hari setelah kemerdekaan Indonesia untuk mengurusi bidang pendidikan. Kala itu namanya Kementerian Pengajaran dengan Ki Hadjar Dewantara sebagai menteri pertamanya. Kemudian pada 1948 hingga 1955, terjadi pergantian nama menjadi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (DPK).
Di era Kabinet Sukiman, DPK diubah menjadi Departemen Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan atau DPPK dan dijabat oleh Dr. Bahder Johan antara 1955 sampai 1966. Status DPPK sendiri sempat diubah menjadi Menteri Muda Kebudayaan pada 10 Juli 1959 hingga 18 Februari 1960, yang jabatan menterinya dipegang Sudibjo.
Lalu pada 1966 hingga 1999, Presiden Kedua RI Soeharto mengembalikan nama kementerian ini menjadi DPK. Penjabatnya yaitu: Wongsonegoro, Dr. Bahder Johan, Mohammad Yamin, RM. Soewandi, Ki Sarino Mangunpranoto, dan terakhir Prof. Dr. Prijono. Setelah pemerintahan Orde Baru runtuh, DPPK lalu diubah jadi Departemen Pendidikan Nasional antara 1999–2009.
Bidang Kebudayaan kemudian dipisah dan dimasukkan ke dalam Departemen Pariwisata, Seni, dan Budaya (Depparsenibud) antara 1998–1999. Pada 1999, nomenklatur lembaga ini sempat diubah menjadi Kementerian Negara Pariwisata dan Kesenian (Kemenegparsen). Namun pada 2000 hingga 2001, namanya diganti jadi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.
Nomenklatur tersebut kembali diubah pada 2001 menjadi Kementerian Negara Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenegbudpar) dan digunakan hingga 2005. Lalu pada 2005 hingga 2009, nama Departemen Kebudayaan dan Pariwisata kembali digunakan, sebelum akhirnya jadi Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata alias Kemenbudpar hingga 2011.
Sementara itu, DPPK yang diganti jadi Departemen Pendidikan Nasional, pada 2009 diubah menjadi Kementerian Pendidikan Nasional. Pada 2011, bidang kebudayaan dipisah dari departemen pariwisata lalu digabung dengan kementerian pendidikan dan menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) hingga 2021.
Di sisi lain, Kemenbudpar yang sebelumnya juga membidangi kebudayaan, pada 2011 diganti menjadi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Nama itu bertahan hingga 2014 sebelum Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengganti namanya menjadi hanya Kementerian Pariwisata. Namun nama Kemenparekraf akhirnya kembali digunakan pada 2019 hingga kini.
Sementara itu, pada 2021 juga terjadi perubahan pada Kemendikbud. Jokowi memutuskan memasukkan bidang riset dan teknologi ke kementerian tersebut. Sehingga nama lembaga pemerintah ini pun berubah menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atau disingkat Kemendikbudristek, yang dijabat Nadiem Makarim.
Pilihan Editor: Debat Capres Tema Kebudayaan, Budayawan Zawawi Imron: Kementerian Kebudayaan Tidak Bonceng Kementerian Lain