TEMPO.CO, Jakarta - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK lewat praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) dalam kaitan Harun Masiku.
“Aku telah minta KPK melakukan sidang in absentia karena ragu Harun Masiku akan tertangkap. Namun hingga kini KPK belum ada rencana sidang in absentia, tapi juga tak bisa menangkap Harun Masiku,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman melalui keterangannya, dikutip Tempo, Minggu, 21 Januari 2024.
Menurut Boyamin, KPK enggan melakukan sidang in absentia dan seakan menghentikan penyidikan secara material sehingga untuk mendobraknya perlu langkah gugatan praperadilan.
“Praperadilan digunakan untuk meminta hakim perintahkan KPK melakukan sidang in absentia. Gugatan praperadilan ini dalam rangka mencegah kasus Harun Masiku dijadikan sandera atau komoditas politik menjelang pemilu,” katanya.
Ia meminta KPK menuntaskan perkara Harun Masiku agar tak dijadikan alat untuk saling sandera atau serangan lawan politik. “Dengan berlarut-larutnya perkara ini maka akan selalu didaur ulang untuk kepentingan politik,” kata dia.
Sebelumnya, MAKI meminta KPK menyidangkan kasus Harun Masiku secara in absentia atau dengan ketidakhadiran terdakwa. Sebab, sampai saat ini politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu tak jelas keberadaannya.
“Saya minta KPK untuk menyidangkan in absentia saja, sebab belum tentu enam bulan kedepan tertangkap, sementara kepemimpinan KPK ini tinggal satu tahun kurang," kata Boyamin dikonfirmasi Tempo, Selasa 2 Januari 2024.
Boyamin mengatakan, dengan dilakukannya sidang in absentia, maka kepemimpinan KPK periode 2019-2024 saat ini tidak memiliki pekerjaan rumah yang belum terselesaikan.
"Kalau disidangkan in absentia lebih bagus karena biar posisi pimpinan KPK yang sekarang tidak mengambang, tidak menjadi PR, maka tuntas perkara Harun Masiku," kata Boyamin.
Pilihan Editor: Dewas KPK Perlu Konfirmasi Ulang Bukti Percakapan Alexander Marwata dengan Kasdi Subagyono soal Pengadaan Pupuk