TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengatakan data pertahanan tidak bisa dibuka di publik karena tidak seperti toko kelontong. Pernyataan Jokowi itu merespons debat calon presiden pada Ahad, 7 Januari kemarin yang sempat beberapa capres meminta kepada Prabowo Subianto yang juga Menteri Pertahanan untuk membuka data.
Menanggapi itu, calon presiden Ganjar Pranowo mengatakan dirinya hanya meminta data umum yang bisa disampaikan ke publik. Dirinya mengklaim permintaanya itu bukan data tertutup atau rahasia.
“Oh tidak, saya tidak (meminta) memberikan data, makanya kemarin yang saya sampaikan itu data luar negeri terkait dengan indeks, beberapa indeks. Indeks pertahanan dan sebagainya, dan itu data umum bukan data dari dalam negeri,” kata Ganjar saat di Cilacap, Jawa Tengah, pada Selasa, 9 Januari 2024, seperti dikutip dalam keterangan tertulis.
Ganjar menyebut dirinya hanya minta satu data dari dalam negeri yang ditanyakan kepada Prabowo Subianto pada saat debat capres, yaitu data kekuatan pokok minimum atau MEF.
“Hanya berapa persen. Bener enggak segini? Hanya itu saja. Tapi larinya malah ke mana-mana. Nggak, saya nggak bongkar-bongkar. Bahkan saya sekarang ikuti di media, wah ini rahasia,” kata Ganjar.
Baca Juga:
Bekas Gubernur Jawa Tengah itu menyebut data yang dia sampaikan pada saat debat sudah tidak tertera di Kementerian Pertahanan atau Kemenhan yang dipimpin Prabowo, tetapi berasal dari sumber lainnya.
“Saya waktu mencari data itu saya tidak menemukan di Kemenhan, tidak menemukan. Justru kita bertanya-tanya apakah karena ini tidak ada buku putih pertahanan, sehingga kita blank tidak bisa membaca, ataukah sengaja tidak ditampilkan,” ujarnya.
Pilihan Editor: KPK Buka Penyidikan Korupsi Asuransi PT Pelni