TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa Hukum eks Wamenkumham Edward Omar Sharief Hiariej atau Eddy Hiariej dan dua koleganya, Muhammad Luthfie Hakim, optimis akan memenangkan sidang praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sidang perdana praperadilan ini digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada hari ini, Senin, 18 Desember 2023.
Setelah mendengarkan permohonan dari pihak pemohon pada hari ini, PN Jaksel menjadwalkan sidang jawaban dari KPK pada Selasa besok, 19 Desember 2023. Luthfie menyatakan optimis akan memenangkan gugatan itu terutama karena Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dinilai telah melakukan pelanggaran terhadal Hukum Acara Pidana.
“Kami yakin sekali atas kesalahan yang dilakukan oleh KPK, khususnya Alexander Marwata, akan mengubah jalannya persidangan ini,” kata Luthfie usai sidang di PN Jaksel, Senin, 18 Desember 2023.
Alexander Marwata disebut umumkan status Eddy cs sebelum keluarnya sprindik
Luthfie menilai Alexander Marwata menyalahi Hukum Acara Pidana saat menyampaikan penetapan tersangka terhadap Eddy dan dua koleganya, Yogi Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi, di Gedung Merah Putih KPK pada Kamis, 9 November lalu.
“Ini akan memenangkan kami dan kemudian akan menjadi koreksi total bagi KPK dalam menjalankan kewajibannya,” ujar Luthfie.
Eddy Hiariej, Yogi Arie Rukmana, dan Yosi Andika Mulyadi mengajukan gugatan praperadilan setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Luthfie menilai pernyataan Alexander melawan hukum karena surat perintah penyidikan (Sprindik) dan penetapan tersangka terhadap kliennya baru ditandatangani pada 24 November 2023. Dia pun menyatakan mereka baru menerima sprindik tersebut pada 27 November 2023.
Karena itu, Luthfie meminta PN Jaksel untuk membatalkan penetapan tersangka tersebut dan mendesak KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap ketiga kliennya.
Kasus yang menjerat Eddy
KPK menetapkan Eddy, Yogi dan Yosi sebagai tersangka dalam kasus pemberian suap oleh pengusaha Helmut Hermawan. Helmut juga sudah menjadi tersangka dan bahkan sudah ditahan oleh KPK.
Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Fakultas Hukum UGM itu diduga memperdagangkan kewenangannya dalam sengketa kepemilikan saham PT Citra Lampia Mandiri, perusahaan milik Helmut Hermawan yang mengantongi konsesi 2.000 hektare tambang nikel di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Eddy Hiariej disebut menerima suap Rp 8 miliar melalui Yosi dan Yogi yang disebut sebagai asistennya. Eddy pun telah membantah menerima suap tersebut. Akibat kasus ini, Eddy pun telah mengundurkan diri dari posisinya sebagai Wamenkumham.