TEMPO.CO, Solo - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebut kondisi stunting di Jawa Tengah penurunan dari tahun 2021 ke tahun 2022. Namun, angka penurunannya diakui masih kecil.
Seperti dituturkan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah Eka Sulistia Ediningsih, kondisi stunting pada tahun 2021 di Jawa Tengah di angka 20,9 persen. Adapun tahun 2022 turun menjadi 20,8 persen.
"Terjadi penurunan (angka stunting) 0,1 persen," ujar Eka dalam acara Roadshow Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stunting Melalui Penguatan Sinergitas Pemerintah dan Media yang digelar di Hotel Aston Solo, Jawa Tengah, Kamis, 7 Desember 2023. Rangkaian acara tersebut berlangsung 2 hari mulai Rabu, 6 Desember 2023.
Eka mengemukakan mengacu pada Peraturan Presiden (PP) Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, maksimum penurunan pada tahun 2024 menjadi 14 persen. Sehingga menurutnya Jawa Tengah masih punya pekerjaan rumah (PR) untuk menurunkan angka stunting sebesar 6 persen hingga tahun 2024.
Ia mengatakan salah satu upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka stunting adalah pihaknya menurunkan tim pendamping keluarga berisiko stunting. Menurut dia, di Jawa Tengah ada sebanyak 27.000 tim pendamping keluarga berisiko stunting, untuk satu timnya terdiri atas tiga orang.
"Mereka ini tugasnya mendampingi keluarga berisiko stunting yang jumlahnya 1,6 juta keluarga. Artinya pemerintah sudah sedemikian rupa untuk melakukan penataan program penanganan stunting," ucap dia.
Ia menambahkan penuntasan kasus stunting akan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di Indonesia. Saat ini Indonesia menempati posisi ke-130 untuk negara dengan tingkat kecerdasan tertinggi (IQ) tahun 2022.
"Rata-rata IQ di Indonesia 78,49 persen. Oleh karena itu, dengan menuntaskan stunting harapannya IQ anak-anak di Indonesia dapat meningkat," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan penanganan stunting menjadi tanggung jawab bersama lantaran kasus tersebut bukan hanya terkait dengan persoalan gagal tumbuh, kecil, pendek, kurus tetapi juga dapat mempengaruhi perkembangan kognitif dan motorik.
Ia menegaskan perlu keterlibatan berbagai pihak terkait, termasuk media guna menyebarluaskan informasi tentang stunting berikut langkah dan upaya pencegahannya. Itu sesuai Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.
"Oleh karena itu, kerja sama pentahelix harus dilakukan, bukan hanya pemerintah dengan pemerintah, tetapi juga dengan dunia usaha, swasta, dan tidak kalah penting dengan dunia media," katanya.
Adapun menurut Kepala Perum LKBN ANTARA Biro Jawa Tengah Teguh Imam Wibowo isu tentang stunting harus tetap dikawal meski tahun depan ada agenda besar, yakni Pemilu 2024. Dalam pencegahan stunting, Imam menilai perlu mengubah perilaku.
"Membentuk perilaku tidak gampang, misalnya mengubah perilaku orang tua. Namun jika tidak segera dimulai maka akan makin tertinggal," katanya.
Sehingga menurut Teguh, langkah awal yang dapat dilakukan di antaranya memberikan pemahaman mendasar tentang apa itu stunting dan langkah penanganannya.
"Dari sisi media massa, tema tersebut perlu diulang agar orang makin memahami apa itu stunting dan langkah penanganannya. Perlu adanya pengulangan artikel agar orang memahami, membentuk kesadaran, dan berujung mengubah perilaku," katanya.
SEPTHIA RYANTHIE
Pilihan Editor: Ditanya Soal Stunting, Anies Singgung Asam Folat Sumbernya dari Tanaman Bukan Bengkel