TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Kepolisian mengecam keras peristiwa penembakan gas air mata saat pembubaran supporter di lingkungan Stadion Gelora Joko Samudro, Gresik pada 19 November 2023.
Kericuhan itu terjadi setelah Gresik United sebagai tuan rumah kalah dari rivalnya Deltras FC dengan skor 1-2. Bentrokan itu berujung pada aparat kepolisian yang menembakkan gas air mata kepada para suporter.
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya mengatakan, penembakkan itu merupakan tindakan berlebihan dan tidak proporsional yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
"Terhadap peristiwa penembakan tersebut, kami menilai Kepolisian diduga telah menggunakan kekuatan secara berlebihan (excessive use of force)," kata Dimas melalui keterangan resminya, Senin 20 November 2023.
Dimas mengatakan, selain melanggar Peraturan Kapolri, tindakan yang dilakukan Kepolisian juga merupakan pelanggaran atas Aturan Keselamatan dan Keamanan FIFA (FIFA Stadium Safety and Security Regulations) yang secara jelas telah melarang penggunaan gas air.
"Kasus ini harus menjadi bahan evaluasi bersama baik dari pihak Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), Polri, manajemen klub, hingga Suporter Sepak Bola," kata Dimas.
Singgung Tragedi Kanjuruhan
Selain hal tersebut, lanjut Dimas, pasca Tragedi Kanjuruhan, Kepolisian juga telah mengeluarkan Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2022 Tentang Pengamanan dan Penyelenggaraan Kompetisi Olahraga yang pada intinya dilarang melakukan penembakan gas air mata, granat asap, dan senjata api sebagaimana yang telah dijelaskan dalam pasal 31 peraturan tersebut.
Dimas menilai kepolisian seakan tidak pernah belajar dari Tragedi Kanjuruhan tahun lalu. Menurut dia, kepolisian justru kembali memilih gas air mata sebagai jalan utama untuk meredakan situasi dan mengendalikan massa supaya kondusif.
"Hal ini semakin menunjukkan bahwa kepolisian tidak benar-benar belajar dari pengalaman yang telah terjadi sebelumnya. Upaya keseriusan kepolisian dalam mengevaluasi segala bentuk pendekatan abusif dan eksesif patut dipertanyakan, khususnya dalam upaya melakukan pengamanan dalam pertandingan olahraga," katanya.
Dimas mengatakan, kasus yang terjadi di Gresik harus menjadi peristiwa terakhir dan para pihak harus melakukan evaluasi.
"Upaya evaluasi secara total harus dijalankan demi mendorong persepakbolaan Indonesia yang lebih teratur dan tentu memasukkan nilai Hak Asasi Manusia agar tidak terulang kekejian yang mengorbankan nyawa siapapun.” ujar Dimas.
Dilansir dari Antara, setidaknya 10 polisi dan 7 suporter menderita luka ringan akibat kerusuhan usai laga Gresik United vs Deltras FC dalam lanjutan Liga 2 Indonesia di luar Stadion Gelora Joko Samudro, Gresik, Jawa Timur, pada Ahad sore, 19 November 2023.
Kericuhan dipicu saat suporter tuan rumah ingin berunjuk rasa di depan pintu VIP untuk menyampaikan kekecewaan mereka setelah Gresik United kalah 1-2 dari Deltras FC.
Namun mereka dihalau oleh petugas keamanan dan situasi semakin memanas saat suporter melempari petugas dengan batu. Petugas kemudian merespons balik dengan melepaskan tembakan gas air mata yang membuat ratusan suporter Gresik United berhamburan. Untuk mengendalikan massa, polisi melepas tembakan gas air mata.
ADE RIDWAN YANDWIPUTRA | ANTARA