TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Bivitri Susanti mengatakan tuntutan penjara terhadap aktivis Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti merupakan pelemahan demokrasi. Bagian dari legalisme otokrarik yang dipraktikkan oleh penguasa.
"Tentu saja, itu tuntutan yang terlalu mengada-ada. Saya dengar alasan jaksanya sangat jauh dari logika hukum yang wajar," kata pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera saat ditemui Tempo usai acara diskusi di kawasan Sawah Besar, Jakarta Pusat, pada Selasa, 14 November 2024.
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, pada Senin, 13 Novemver 2023, Haris Azhar dituntut dengan pidana penjara empat tahun serta denda Rp1 juta subsider enam bulan kurungan dalam kasus Lord Luhut. Istilah Lord Luhut mengacu pads Menteri Koordinasi Bidang Maritim dan Investasi Luhut Pandjaitan.
Jaksa menuntut agar video di Youtube Haris berjudul "Ada lord Luhut di balik relasi ekonomi-ops militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada1! >NgeHAMtam", untuk dihapus.
Usai sidang Haris, JPU dalam sidang dengan terdakwa Fatia Maulidiyanti, menuntut pidana penjara 3 tahun dan 6 bulan. Fatia juga dituntut denda sebesar Rp500 ribu rupiah subsider tiga bulan kurungan.
Menurut Bivitiri kasus Haris-Fatia menunjukkan pelemahan masyarakat sipil dalam kerangka legalisme otokratik. Ia memberi contoh pelemahan lembaga lain seperti Dewan Perwakilan Rakyat, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Mahkamah Konstitusi yang baru-baru ini menjadi perhatian publik.
"Hukum seakan-akan benar," kata Bivitri menjelaskan secara sederhana konsep legalisme otokratik tersebut.
Alasan Beda Tuntutan Haris-Fatia
JPU memberatkan tuntutan terhadap Haris Azhar karena lima alasan.
1. Terdakwa tidak mengakui dan menyesali perbuatannya;
2. Terdakwa mengaplikasikan akun YouTube atas nama Haris Azhar secara tidak patut dan tidak bijak;
3. Terdakwa dalam melakukan tindak pidananya telah berlindung dan seolah-olah mengatasnamakan pejuang lingkungan hidup;
4. Terdakwa dinilai tidak bersikap sopan selama proses persidangan berlangsung dan bersikap merendahkan bermartabat pengadilan;
5. Terdakwa memantik kegaduhan selama proses persidangan.
Eks Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dituntut tiga tahun penjara, alasannya karena dia dianggap lebih sopan.
"Terdakwa (Fatia) dinilai bersikap sopan dan bersikap tidak merendahkan martabat pengadilan," kata salah satu JPU di sidang putusan Fatia, di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin, 13 November 2023.
Pilihan Editor: Jaksa Anggap Tim Penasihat Hukum Haris Azhar Arogan