TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB), Yusril Ihza Mahendra, mengakui keputusan Mahkamah Konstitusi dalam gugatan uji materi soal batas usia capres dan cawapres cacat hukum dan problematis. Dia pun berpendapat agar putusan ini tak dilaksanakan.
“Kalau dilaksanakan nanti, tentu akan menimbulkan permasalahan-permasalahan baru,” kata Yusril ketika menemui wartawan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 17 Oktober 2023.
Komposisi hakim MK yang dissenting opinion jadi masalah
Mantan Menteri Hukum dan HAM itu menyatakan telah mempelajari putusan Mahkamah Konstitusi tersebut. Berdasarkan penelaahannya, komposisi hakim yang melakukan dissenting opinion atau berpendapat berbeda dalam putusan itu lebih banyak ketimbang yang menyatakan setuju untuk mengabulkan sebagian dari gugatan itu.
Dua hakim konstitusi, Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic, menurut Yusril bukan memberikan concurring opinion atau alasan berbeda, tetapi dissenting opinion. Oleh karena itu, menurut dia, hakim yang melakukan dissenting opinion ada enam, yaitu Saldi Isra, Arief Hidayat, Wahiduddin Adams, dan Suhartoyo, Enny Nurbaningsih, dan Daniel.
Dengan komposisi seperti itu, maka permohonan itu seharusnya ditolak oleh Mahkamah Konstitusi. “Tapi diktumnya mengatakan mengabulkan permohonan untuk sebagian,” kata Yusril di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa, 17 Oktober hari ini.
Batas usia capres dan cawapres disebut sebagai kebijakan hukum terbuka
Selain itu, Yusril juga mengakui bahwa gugatan uji materi soal batas usia capres dan cawapres merupakan kebijakan hukum terbuka yang dimiliki oleh pembuat undang-undang atau open legal policy. Karena itu, dia menilai MK tak memiliki kewenangan untuk menguji gugatan ini.
“MK tidak bisa memutuskan persoalan ini karena bukan isu konstitusi,” kata dia.
Ketika ditanya soal dugaan adanya intervensi dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi kepada MK yang dipimpin oleh adik iparnya, Anwar Usman, Yusril enggan menjawab. Meskipun demikian, dia tak bisa menyalahkan jika ada pihakyang menhubung-hubungkan putusan itu dengan kepentingan politik.
“Bisa ditanya pada orang politik karena itu spekulatif,” kata Yusril.
Selanjutnya, putusan MK bisa berdampak pada kehidupan 300 juta rakyat Indonesia