TEMPO.CO, Jakarta - Suara Nahdlatul Ulama atau NU tengah diperebutkan bakal calon presiden (bacapres) menjelang Pilpres 2024. Mengutip dari nuonline, Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengemukakan data bahwa terdapat total 20 persen warga Indonesia yang mengaku sebagai anggota Nahdlatul Ulama (NU). Rinciannya, ada 8,6 persen orang mengaku anggota aktif NU dan 11,7 persen sebagai anggota tapi tak aktif.
Presiden Joko Widodo atau Jokowi bahkan terang-terangan menilai Nahdlatul Ulama adalah kekuatan yang luar biasa, melihat jumlah anggota yang sangat besar dan tersebar baik di tanah air maupun di berbagai negara. Ia mendorong kualitas organisasi ini terus meningkat.
“Kekuatan besar ini perlu dikonsolidasi, perlu diorganisasi dengan baik,” kata Jokowi dalam pembukaan Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama pada Senin, 18 September 2023 di Pesantren Al-Hamid, Cilangkap, Jakarta Timur.
Bakal capres Anies Baswedan pun menggandeng Muhaimim Iskandar alias Cak Imim Ketua Umum PKB yang merupakan kendaraan politik sebagian warga NU, kemudian Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto pun dikjabarkan menggadang-0gadang calon wakil presiden dari warga NU pula sebut saja Khofifah Indar Parawansa, Mahfud MD dan Erick Thohir.
Nahdlatul Ulama (NU) menjadi salah satu organisasi masyarakat terbesar di Indonesia. NU pertama kali didirikan pada 31 Januari 1926 silam. Terbentuknya organisasi Islam ini didasari atas banyaknya perbedaan ideologi dan arah politik dalam agama Islam di Indonesia.
Dilansir dari laman Nahdlatul Ulama, NU sendiri juga terbentuk atas nama kaum tradisionalis dalam menanggapi berbagai fenomena di dunia Islam yang ada di dalam maupun di luar negeri. Seiring perkembangannya, NU memiliki dua pemikiran atau pemahaman berbeda, yakni NU Struktural dan NU Kultural. Simak perbedaannya berikut.
Selanjutnya: Perbedaan mendasar NU kultural dan NU struktural