TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Wuryanto, memastikan hingga saat ini pihaknya belum menentukan jadwal untuk memanggil pihak yang berkonflik di Pulau Rempang. Padahal, pemerintah terus berkeras kawasan tersebut harus sudah dikosongkan tiga hari lagi atau pada 28 September 2023.
“Permintaan rapat pimpinan belum ada,” kata Bambang Pacul, sapaan akrab Bambang Wuryanto, kepada Tempo saat ditemui di kompleks parlemen, Senin, 25 September hari ini.
Mekanisme pemanggilan mitra komisi III dan hal-hal darurat diputuskan dalam rapat pimpinan. Dalam rapat itu, kata politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu, permintaan untuk mengundang para pihak yang berkonflik di Rempang, seperti pengusaha, Kapolri, masyarakat, hingga saat ini belum ada.
“Ya, belum ada,” kata dia.
Komisi III, kata Bambang, hingga saat ini mengaku juga belum mendatangi warga di Pulau Rempang.
"Sampai hari ini belum," kata dia. Selain itu, dalam rapat pimpinan juga belum ada pembahasan akan mengunjungi Pulau Rempang.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, mengatakan komisinya akan memanggil semua pihak, seperti masyarakat, camat, hingga gubernur soal konflik di Rempang. Politikus Partai NasDem itu menyatakan pihak yang pertama kali dipanggil adalah taipan Tomy Winata.
Tomy merupakan pemliki PT Mega Elok Graha (MEG) yang menjadi penggarap proyek strategis nasional (PSN) Rempang Eco-City. Untuk tahap awal proyek ini, MEG telah menggandeng perusahaan asal Cina Xinyi Grup untuk membangun pabrik pembuat solar panel.
"Semua akan dipanggil pada waktunya," kata Sahroni kepada Tempo saat dihubungi pada Rabu, 20 September 2023.
YLBHI Nilai Komisi III Tidak Sensitif
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), Muhammad Isnur, menilai Komisi III DPR RI tidak peka dan sensitif atas adanya pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang dialami masyarakat di Pulau Rempang. Hal itu, menurut dia, terlihat dari bagaimana Komisi III tak kunjung memanggil para pihak yang berkonflik di wilayah tersebut.
"Ini sebuah situasi yang sangat mengecewakan masyarakat dan rakyat," kata Isnur kepada Tempo pada Sabtu, 23 September 2023.
Isnur mengaku kecewa kepada Komisi III DPR RI karena tidak menjalankan fungsi pengawasan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum dalam konflik di Rempang.
"Sangat mengecewakan bagi kita," kata Isnur.
Akar konflik Pulau Rempang
Bentrokan di Pulau Rempang antara warga dan aparat gabungan TNI dan Polri terjadi pada 7 September lalu. Bentrokan itu terjadi setelah Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam atau BP Batam berupaya melakukan pengukuran dan pematokan lahan yang akan digunakan dalam proyek Rempang Eco-City.
Warga menolak proyek itu karena mereka tak akan diperbolehkan lagi menempati wilayah itu. Padahal, mereka sudah turun menurun tinggal disana, bahkan sebelum Indonesia merdeka.
Presiden Jokowi menyatakan bahwa warga akan mendapatkan ganti rugi berupa rumah ukuran 45 dan lahan 500 meter. Meskipun demikian, rumah dan lahan yang dijanjikan itu belum tersedia hingga saat ini.
BP Batam hanya menyediakan rumah susun sebagai penampungan sementara warga Pulau Rempang dan belum jelas kapan rumah dan lahan itu akan tersedia. Selain itu, BP Batam juga menyatakan tak bisa memenuhi permintaan warga soal ganti rugi berupa uang atas lahan mereka. Pasalnya, hal itu bukan kewenangan mereka.
Presiden Jokowi hari ini memanggil sejumlah menteri ke Istana Negara untuk membahas soal Pulau Rempang. Diantara yang hadir adalah Menteri Investasi / Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar dan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.