TEMPO.CO, Jakarta - Pada 18 September 1904, kelahiran salah seorang tokoh penting dalam sejarah Republik Indonesia ini, namanya Mr Assaat. Tak banyak yang tahu, ia merupakan memangku jabatan Presiden RI yang selama dua tahun, 1949 hingga 1950.
Meskipun namanya tidak tercatat secara resmi dalam sejarah sebagai Presiden RI, perannya sebagai pemangku jabatan Presiden pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS) sangat penting. Tanpa kepemimpinannya, Indonesia mungkin saja direbut kembali oleh Belanda karena kondisi kekosongan pemerintahan setelah Agresi Militer Belanda II, dan ditangkannya Bung Karno dan Bung Hatta.
Selama menjadi acting Presiden, Mr Assaat bergelar datuk mudo ini hidup secara sederhana dan tidak pernah mau dipanggil dengan sebutan ‘Yang Mulia Paduka’. Ia juga berjasa dalam menandatangani pendirian Universitas Gadjah Mada atau UGM.
Pengembalian jabatan presiden RI dari Assaat kepada Sukarno terjadi pada 15 Agustus 1950. Setelahnya, Mr Assaat sempat menduduki jabatan Anggota Parlemen dan Menteri Dalam Negeri Kabinet Natsir.
Profil Mr. Assaat
Nama lengkapnya adalah Mr. Assaat, yang juga dikenal dengan gelar Datuk Mudo. Ia lahir pada tanggal 18 September 1904 di Agam Dalam, Sumatera Barat.
Ia merupakan pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia pada masa pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta. Ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri Indonesia.
Mr Assaat memegang peran penting sebagai pemangku jabatan Presiden Republik Indonesia dalam periode Republik Indonesia Serikat (RIS) selama kurang lebih sembilan bulan dari tahun 1949 hingga 1950.
Mr. Assaat menjabat sebagai pemangku jabatan Presiden karena konstitusi saat itu menunjuk Ketua Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) sebagai pengganti Presiden dan Wakil Presiden jika keduanya berhalangan memimpin.
Ketika Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta menjadi pemimpin RIS, terjadi kekosongan dalam kepemimpinan Republik Indonesia. Kemudian RIS melebur menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 15 Agustus 1950.
Peran Aktif dalam Pergerakan Pemuda
Sebelum memasuki dunia politik, Mr. Assaat memiliki latar belakang pendidikan hukum. Ia menempuh pendidikan di Rechts Hoge School (RHS) di Belanda, di mana ia mendapatkan gelar Mr. (Meester in de Rechten) atau Sarjana Hukum.
Mr. Assaat aktif sebagai anggota organisasi pergerakan pemuda selama masa studinya. Meskipun Belanda mengetahuinya dan pihak sekolah tidak meluluskannya, hal ini tidak menghalanginya untuk terus berperan dalam pergerakan pemuda.
Selama masa tugasnya sebagai pemangku jabatan Presiden RI, Mr. Assaat juga memiliki kontribusi penting dalam pendirian Universitas Gadjah Mada (UGM) di Yogyakarta.
Bambang Purwanto, seorang akademisi, menyatakan, "Menghilangkan Assaat dari realitas sejarah kepresidenan Republik Indonesia sama saja dengan tidak mengakui Universitas Gadjah Mada sebagai universitas negeri pertama yang didirikan oleh Republik Indonesia."
Seiring berjalannya waktu, nama Mr. Assaat terlupakan dalam narasi sejarah Indonesia. Kendati memiliki peran penting dalam periode yang krusial bagi negara ini, dia kerap dilupakan dalam konteks pemimpin nasional.
Pada 16 Juni 1976, Acting Presiden RI Mr Assaatt meninggal di rumahnya yang sederhana di Warung Jati, Jakarta Selatan dalam usia 72 tahun. Tak banyak yang tahu, anak Agam Dalam ini pernah memangku jabatan Presiden RI.
M RAFI AZHARI | TIM TEMPO.CO
Pilihan Editor: 2 Presiden Indonesia yang Kerap Dilupakan: Sjafruddin Prawiranegara dan Mr Assaat