TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian menangkap delapan warga Pulau Rempang setelah bentrok antara warga dan aparat gabungan TNI-Polri-Satpol PP ketika protes penolakan pengukuran pembangunan kawasan Rempang Eco City di Pulau Rempang-Galang, Batam, Kamis, 7 September 2023.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan, mengatakan delapan orang ditangkap karena membawa senjata tajam.
“Mengapa diamankan? Karena delapan orang tersebut membawa beberapa senjata tajam, ada yang membawa ketapel, ada yang membawa batu dan membawa barang-barang atau benda-benda yang berbahaya,” kata Ramadhan di gedung Bareskrim Polri, 7 September 2023.
Ramadhan menegaskan mereka akan diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Namun ia tidak menyebut apakah mereka bakal ditersangkakan.
“Tentu diamankan dulu ya, tentu kita lihat nanti tentu kita berdasarkan proses perundang-undangan yang berlaku,” kata Ramadhan.
Dalam kesempatan itu, Ramadhan juga membantah ada korban luka baik dari warga maupun aparat. Selain itu, ia juga menyataan kabar siswa pingsan dan bayi meninggal tidak benar. Menurut Ramadhan, tembakan gas air mata hanya mengakibatkan gangguan untuk sementara.
“Tindakan pengamanan oleh aparat kepolisian dengan menyemprotkan gas air mata ketiup angin sehingga terjadi gangguan pengelihatan untuk sementara. Dan pihak Polda Kepri sudah membantu untuk membawa ke tim kesehatan,” ujar Ramadhan.
Kritik dari Amnesty Internasional
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, mengatakan protes warga direspons dengan aparat kekuatan berlebihan, seperti pentungan dan gas air mata. Tindakan ini bukan hanya membahayakan orang dewasa, namun juga anak-anak sekolah yang sedang mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas.
“Sulit untuk membenarkan bahwa gas air mata memasuki area sekolah karena tertiup angin. Tindakan eksesif ini jelas merendahkan harkat dan martabat manusia yang diakui hukum internasional dan hukum nasional,” kata Usman dalam keterangan resmi seperti dikutip di situs web Amnesty Internasional Indonesia, Jumat, 8 September 2023.
Amnesty International Indonesia bersama LBH Pekanbaru, YLBHI dan WALHI mencatat pada Kamis, 7 September 2023, sejak pagi hingga siang, terjadi kekerasan dan intimidasi yang dilakukan oleh aparat Polda Kepulauan Riau terhadap masyarakat di Pulau Rempang-Galang, Batam.
Sebanyak kurang lebih 1.000 personel gabungan diturunkan untuk mengawal pemasangan patok dan pengukuran atas rencana pembangunan kawasan “Rempang Eco City” seluas 17.000 hektar untuk dijadikan kawasan industri, perdagangan jasa, dan pariwisata. Proyek itu masuk dalam program strategis nasional tahun ini, sesuai Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023.
Warga tolak pengukuran
Ribuan warga setempat menolak pengukuran tersebut karena akan menggusur pemukiman mereka seluas 1.000 Ha. Namun penolakan masyarakat direspons dengan kekuatan yang tidak perlu dan berlebihan. Kepolisian telah menggunakan gas air mata untuk membubarkan masyarakat yang ikut protes damai sambil memukuli mereka dengan pentungan.
Menurut Usman, setidaknya delapan orang warga yang ditangkap dan puluhan lainnya luka-luka. Selain itu, ratusan murid sekolah yang sedang mengikuti kegiatan belajar terpaksa dihentikan dan dibubarkan setelah muncul gas air mata. Setidaknya, lanjut Usman, ada dua sekolah yang terkena tembakan gas air mata, yaitu SMP Negeri 22 Galang dan SD Negeri 24 Galang. Para siswa dua sekolah tersebut berhamburan keluar dari gedung sekolah dan mencari pertolongan setelah gas air mata memasuki ruang kelas mereka.
Pilihan Editor: Polisi Tangkap 8 Orang Usai Bentrokan di Pulau Rempang, Ancaman 8 Tahun Penjara