INFO NASIONAL – Stunting merupakan kondisi gangguan pertumbuhan yang menyebabkan anak menjadi lebih pendek dari standar usianya. Akibat kondisi kekurangan gizi menahun dan infeksi berulang sehingga perkembangan otak dan tumbuh kembang anak terhambat. Stunting dapat memengaruhi kualitas SDM sebuah negara. Bukan hanya berdampak pada kondisi fisik, melainkan juga kesehatan hingga kemampuan berpikir anak.
Pemerintah menargetkan penurunan prevalensi stunting pada posisi 14 persen di tahun 2024. Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) tahun 2019, prevalensi stunting di Indonesia 27,67 persen dan turun menjadi 21,6 persen menurut SSGI 2022.
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting merupakan bukti komitmen Pemerintah dalam menangani permasalahan stunting. Peraturan ini juga menetapkan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai Ketua Pelaksana Percepatan Penurunan Stunting. Selanjutnya, Tim Percepatan Penurunan Stunting juga dibentuk di tingkat provinsi, kabupaten/kota, dan desa/kelurahan
Dalam program Percepatan Penuruan Stunting terdapat Lima Pilar Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting. Berdasarkan lima pilar ini telah disusun Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia (RAN PASTI) 2021 – 2024 yang dituangkan dalam Peraturan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Nomor 12 tahun 2021. Rencana aksi ini untuk mendorong dan menguatkan konvergensi antar program. Mengatasi permasalahan stunting bukanlah hal yang mudah tapi dapat diselesaikan dengan berkolaborasi dan gotong- royong.
Untuk itu, ragam terobosan dan inovasi dilakukan, termasuk dari BKKBN. Pertama, program Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat) yang diterapkan di Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB). Program ini bertujuan memberikan pemahaman serta pembelajaran kepada masyarakat tentang menu masak dengan gizi seimbang untuk balita dan ibu hamil.
Kedua, melalui upaya pencegahan dari hilir ke hulu dengan membentuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang berjumlah 200.000 tim atau 600.000 petugas pendamping. Tim terdiri atas bidan, kader PKK, dan kader KB di tingkat desa. Tim berkolaborasi dengan banyak pihak dalam mendampingi keluarga berisiko stunting.
Ketiga, pendampingan bagi calon pengantin. Dalam program ini, BKKBN berkolaborasi dengan Kementerian Agama untuk melakukan screening tiga bulan sebelum calon pengantin melangsungkan pernikahan. Calon pengantin harus memiliki hemoglobin (HB) minimal 11,5, lingkar lengan atas minimal 23,5 cm serta harus siap nikah dan siap hamil yang disiapkan melalui aplikasi Elektronik Siap Nikah dan Siap Hamil (Elsimil).
Calon pengantin perempuan yang dinyatakan memiliki anemia dari hasil pemeriksaan kesehatan, akan diberikan tablet tambah darah yang dapat dikonsumsi calon pengantin selama 90 hari dan dihimbau untuk menunda kehamilannya. Sementara bagi calon pengantin perempuan yang terdeteksi mengalami kurang gizi, nantinya akan diberikan edukasi mengenai cara untuk meningkatkan indeks massa tubuh. Sehingga calon pengantin dapat memenuhi syarat untuk hamil dan tidak melahirkan bayi yang berisiko stunting.
Keempat, fokus pada ibu hamil. Pencegahan stunting paling efektif dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), dengan memastikan kehamilan ibu sehat. Ibu hamil akan diberi pendampingan terkait konsumsi makanan bergizi, karena 70 persen pertumbuhan otak bayi terjadi saat kondisi ibu hamil. Kelima, fokus pada balita pasca melahirkan dengan melihat anak tersebut lahir dengan panjang tubuh tidak kurang dari 48 cm dan bobot di bawah 2,5 kg. Jika kurang maka bayi tersebut berisiko tinggi mengalami stunting.
Keenam, program Bapak/Bunda Asuh Anak Stunting (BAAS). BKKBN menggerakkan secara massif program ini karena masih ada 13,5 juta (atau 21,6 persen) keluarga berisiko stunting. Mulai dari pejabat tertinggi sepeti Menteri dan Panglima TNI/Kapolri, masyarakat umum hingga 1.000 pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) ramai-ramai menjadi Bapak/Bunda Asuh Anak Stunting, di mana program pembagian telur kepada keluarga berisiko stunting dimasifkan.
Apa yang dilakukan pemerintah itu tiada lain untuk merealisasikan Visi Indonesia Emas 2045. Karenanya, upaya percepatan penurunan stunting harus mendapatkan dukungan semua pihak terutama keluarga. Keluarga menjadi penentu utama dalam upaya pencegahan terjadinya stunting. JIka sumber daya manusia Indonesia lemah akibat stunting, maka harapan kita mewujudkan Indonesia maju akan sulit untuk tercapai.
Adapun Peringatan HUT RI ke-78 tahun 2023 adalah momentum yang sangat tepat untuk lebih memasifkan program - program Pencegahan dan Penurunan Stunting melalui berbagai saluran yang ada. Seperti meningkatkan ketersediaan akses pangan lokal di berbagai daerah, meningkatkan konvergensi, meluaskan kesertaan banyak pihak dalam program BAAS hingga mengajak pasangan usia subur ber-KB dan mengingatkan keluarga pentingnya mengatur jarak kelahiran (spacing) antar anak minimal tiga tahun. Dengan tema HUT RI tahun ini “Terus Melaju untuk Indonesia Maju”, berkolaborasi cegah stunting untuk mewujudkan anak Indonesia merdeka dari stunting. (*)