TEMPO.CO, Jakarta - Belakangan viral balita dianiaya seorang dokter di Makassar, Sulawesi Selatan. Bocah itu ditampar karena mengganggu permainan catur si dokter. Pelaku merupakan Wakil Direktur RSU Bahagia bernama Makmur. Setelah dicopot jabatannya, dia juga ditetapkan sebagai tersangka.
“Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polrestabes Makassar yang menangani kasus penganiayaan tersebut, menetapkan Makmur sebagai tersangka,” terang Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Mochamad Ngajib saat konferensi pers pada Senin, 31 Juli 2023.
Penetapan tersangka terhadap dokter Makmur, mantan Wadir RSU Bahagia Makassar itu dilakukan berdasarkan hasil gelar perkara dari berbagai rangkaian pemeriksaan dan olah TKP di lokasi kejadian. Selain itu, juga diperkuat dengan saksi serta hasil visum korban yang diterima penyidik Polrestabes Makassar.
“Hasil gelar perkara, kita tetapkan dokter makmur sebagai tersangka dengan sejumlah alat bukti seperti, surat visum et repertum terhadap korban sudah kami terima, pemeriksaan saksi-saksi dan olah TKP,” katanya.
Pasal yang disangkakan terhadap Makmur yaitu Pasal 80 ayat (1) Jo Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Pasal-pasal perlindungan anak
Makmur disangkakan melanggar Pasal 76C UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut memuat tentang larangan menempatkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
“Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak,” bunyi pasal tersebut.
Pelaku pelanggaran Pasal 76C dapat dikenai hukuman sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 80 UU tersebut. Dalam kasus ini, Makmur dikenai Pasal 80 ayat 1. Dia terancam pidana penjara maksimal 3 tahun 6 bulan dan atau denda Rp 72 juta
“Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah),” bunyi Pasal 80 ayat 1.
Pelaku pelanggaran Pasal 76C dapat dijatuhi hukuman lebih berat jika kekerasan yang dilakukan mengakibatkan luka berat pada anak. Sebagaimana tercantum pada Ayat 2 Pasal 80, pelaku dipidana maksimal 5 tahun dan atau denda maksimal Rp 100 juta.
“Dalam hal Anak luka berat, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah),” bunyi Pasal 80 ayat 2.
Kemudian jika pelanggaran terhadap Pasal 76C menyebabkan anak meninggal dunia, maka pelaku dapat dipidana dengan penjara maksimal 15 tahun dan atau denda paling banyak Rp 3 miliar. Pelaku juga dapat dikenai pasal berlapis, yakni Pasal 340 KUHP jika merupakan pembunuhan terencana dan Pasal 359 KUHP jika tidak disengaja.
“Dalam hal Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mati, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah),” bunyi Pasal 80 ayat 3.
Selain itu, dalam Pasal 80 ayat 4 disebutkan bahwa pidana ditambah sepertiga dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan penganiayaan tersebut adalah Orang Tuanya. Artinya, hukuman atau pidana yang dijatuhkan akan lebih berat jika pelakunya adalah orang tua anak.
Pilihan Editor: Perlunya Orang Tua Paham Digital Parenting untuk Cegah Kekerasan Anak