TEMPO.CO, Jakarta - Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan atau Basarnas belakangan ini menjadi sorotan lantaran kepalanya tersangkut kasus dugaan suap pengadaan proyek dari 2021-2023. Kasus tersebut ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi.
Sejarah Basarnas
Basarnas merupakan lembaga pemerintah non-kementerian yang bertugas dalam bidang pencarian dan pertolongan. Mengutip laman resminya, lahirnya Basarnas diawali adanya penyebutan "Black Area" bagi suatu negara yang tidak memiliki organisasi SAR.
Karena itu, pada 1950, Indonesia masuk menjadi anggota International Civil Aviation Organization (ICAO). Dengan itu, Indonesia diharapkan mampu menangani musibah penerbangan dan pelayaran yang terjadi di Indonesia.
Setelah resmi menjadi anggota ICAO, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1955 tentang Penetapan Dewan Penerbangan untuk membentuk panitia SAR.
Panitia teknis mempunyai tugas pokok untuk membentuk Badan Gabungan SAR, menentukan pusat-pusat regional serta anggaran pembiayaan dan materil. Selanjutnya pada 1959, Indonesia menjadi anggota International Maritime Organization (IMO).
Lalu, timbul pemikiran bahwa perlu diadakan suatu organisasi SAR Nasional yang mengkoordinir segala kegiatan-kegiatan SAR dibawah satu komando.
Untuk mengantisipasi tugas-tugas SAR tersebut, maka pada 1968 ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor T.20/I/2-4 mengenai ditetapkannya Tim SAR Lokal Jakarta yang pembentukannya diserahkan kepada Direktorat Perhubungan Udara. Tim inilah yang akhirnya menjadi embrio dari organisasi SAR Nasional di Indonesia yang dibentuk kemudian.
Pada tahun itu juga, terdapat proyek South East Asia Coordinating Committee on Transport and Communications, yang ketika itu Indonesia merupakan proyek payung atau Umbrella Project untuk negara-negara Asia Tenggara.
Proyek tersebut ditangani oleh US Coast Guard atau Badan SAR Amerika guna mendapatkan data yang diperlukan untuk rencana pengembangan dan penyempurnaan organisasi SAR di Indonesia.
Berdasarkan hasil survei oleh tim US Cosat Guard yang didampingi pejabat-pejabat sipil dan militer Indonesia, akhirnya ditetapkan Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1972 tanggal 28 Februari 1972 tentang pembentukan Badan SAR Indonesia atau BASARI. Adapun susunan organisasi BASARI terdiri dari:
- Unsur Pimpinan
- Pusat SAR Nasional (Pusarnas)
- Pusat-pusat Koordinasi Rescue (PKR)
- Sub-sub Koordinasi Rescue (SKR)
- Unsur-unsur SAR
Pusarnas merupakan unit Basari yang bertanggung jawab sebagai pelaksana operasional kegiatan SAR di Indonesia. Pada 1975, Pusarnas resmi menjadi anggota National Association of SAR atau NASAR yang bermarkas di Amerika Serikat. Dengan begitu Pusarnas secara resmi telah terlibat dalam kegiatan SAR secara internasional.
Tahun berikutnya Pusarnas turut serta dalam kelompok kerja yang melakukan penelitian tentang penggunaan satelit untuk kepentingan kemanusiaan (Working Group On Satellite Aided SAR) dari International Aeronautical Federation.
Untuk membuat kegiatan SAR lebih efektif, maka pada 1978 Menteri Perhubungan mengeluarkan Keputusan Nomor 5/K.104/Pb-78 tentang penunjukkan Kepala Pusarnas sebagai Ketua Basari pada kegiatan operasi SAR di lapangan.
Sedangkan untuk penanganan SAR di daerah, dikeluarkan Instruksi Menteri Perhubungan IM 4/KP/Phb-78 untuk membentuk Satuan Tugas SAR di KKR (Kantor Koordinasi Rescue).
Pada 1979, melalui Keputusan Presiden Nomor 47 tahun 1979, Pusarnas yang semula berada dibawah Basari, dimasukkan kedalam struktur organisasi Departemen Perhubungan dan namanya diubah menjadi Badan SAR Nasional atau Basarnas.
Organisasi SAR di Indonesia saat ini diatur dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 43 Tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Perhubungan dan Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 79 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor SAR.
Berdasarkan kajian dan analisa kelembagaan, sesuai dengan perkembangan dan tuntutan tugas yang lebih besar, pada 2007 dilakukan perubahan Kelembagaan dan Organisasi Basarnas menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND).
Hal itu diatur secara resmi dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 2007 tentang Badan SAR Nasional. Sebagai LPND, Basarnas berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Pada Perkembangannya, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2009, sebutan LPND berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). Sebagai LPNK, Basarnas secara bertahap melepaskan diri dari struktur Kementerian Perhubungan.
Namun, hingga 2009, pembinaan administratif dan teknis pelaporan masih melalui Kementerian Perhubungan. Selanjutnya per 2007, Basarnas (LPNK) akan langsung bertanggung jawab ke Presiden melalui Sekretariat Negara (Setneg).
Pilihan Editor: Fakta-fakta Kasus Suap Kepala Basarnas hingga Penggunaan Istilah Dana Komando