Dari guru hingga sarjana S2
Hengki mengungkapkan, korban ada yang bekerja sebagai guru privat, pedagang, buruh, petugas keamanan, dan sebagainya. Ada juga yang mengenyam pendidikan sarjana S2.
"Bahkan calon pendonor ini ada yang S2 dari universitas ternama, karena tidak ada kerjaan dari dampak pandemi itu," ujar Hengki.
Hengki mengatakan, ada korban Pelaku TPPO memanfaatkan korban yang dalam posisi rentan karena kebutuhan ekonomi. Sebagian korban kehilangan pekerjaan karena dampak pandemi Covid-19.
"Jadi motifnya lebih besar adalah ekonomi dan posisi rentan ini dimanfaatkan oleh sindikat atau jaringan ini," kata Hengki.
Total ada 31 orang
Berdasarkan data terbaru polisi, total ada 31 orang yang diberangkatkan ke Kamboja untuk menjual ginjal sepanjang Mei-Juni 2023. Polisi masih menghitung total transaksi yang diterima pelaku.
Tangkap 12 pelaku
Dalam kasus TPPO ini, polisi menangkap 12 pelaku. Sepuluh orang merupakan bagian dari sindikat. Sembilan dari 10 orang itu adalah mantan pendonor yang menjual ginjalnya. Sedangkan dua orang lainnya adalah seorang anggota Polri berpangkat ajun inspektur polisi dua (aipda) inisial M dan petugas imigrasi berinisial A.
Dari sindikat itu, M menerima uang Rp 612 juta agar perkara TPPO ini tidak diproses, sedangkan A mendapatkan Rp 3,2 juta hingga Rp 3,5 juta untuk meloloskan korban ke Kamboja.
"Kemudian ini ada koordinator secara keseluruhan atas nama tersangka Hanim. Hanim ini yang menghubungkan Indonesia dan Kamboja," kata Hengki.
Sindikat jaringan internasional
Ketika diselidiki ternyata kasus TPPO ini melibatkan sindikat jaringan internasional. Mereka membawa korban ke Kamboja untuk melakukan transplantasi ginjal.
"Ternyata dalam pengembangannya, ini merupakan jaringan internasional yang kita kenal transnational organize crime," kata perwira menengah Polri itu.
Pilihan Editor: Aipda M Terlibat Kasus TPPO Jual Ginjal di Kamboja, Bantu Pelaku Hindari Pengejaran Polisi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.