TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyatakan masih menelisik kasus dugaan korupsi dalam ekspor bijih nikel ilegal sebanyak 5,3 juta ton ke Cina. KPK tengah melakukan pengambilan sampel dari ekspor itu untuk mengetahui dugaan pelanggaran dan aktor yang melakukan dugaan ekspor ilegal ini.
"Dari 5 juta itu, kita ambil beberapa untuk ditelusuri," kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan di kantornya, di Jakarta, Selasa, 18 Juli 2023.
Pahala mengatakan ekspor 5 juta ton nikel itu dilakukan secara gelondongan. Artinya, tidak hanya satu perusahaan yang tercatat melakukan ekspor tersebut. Karena itu, Pahala mengatakan pihaknya perlu memilih beberapa sampel untuk menelisik kasus ini.
Adapun aspek yang ditelusuri adalah, mengenai Izin Usaha Pertambangan, kepemilikan saham, dan riwayat pembayaran royalti. Perusahaan yang ditelisik, kata dia, baik yang sudah memiliki smelter nikel maupun tidak memilikinya.
Penelusuran ini berawal dari temuan bagian Koordinasi dan Pencegahan (Korsupgah) KPK tentang adanya dugaan ekspor ilegal ore nikel dari Indonesia ke Cina dengan jumlah 5,3 juta ton. Ekspor itu terjadi selama 2020-2022. Ekspor itu disebut ilegal lantaran Indonesia sudah melarang biji nikel diekspor langsung sebelum diolah.
Temuan ini didasarkan atas perhitungan jumlah ekspor biji nikel dari Indonesia ke Cina. KPK menemukan ada selisih nilai ekspor sebesar triliunan Rupiah dari hasil ekspor itu.
KPK sebut klasifikasi nikel di Indonesia dengan Cina berbeda
Pahala menyatakan lembaganya belum menyimpulkan apakah ekspor nikel ilegal itu benar terjadi atau karena adanya kesalahan administratif pencacatan pengiriman barang. Sebab, kata dia, klasifikasi nikel yang dipakai Indonesia dengan Cina berbeda.
Dia mengatakan bentuk ekspor nikel tidak sama dengan ekspor batubara. Ekspor nikel dilakukan dalam bentuk gundukan pasir yang bisa jadi memiliki persentase kandungan nikel yang berbeda-beda. Dia mengatakan butuh sekian persen kandungan nikel untuk mengklasifikasi bahwa gundukan pasir itu digolongkan sebagai nikel.
Masalahnya, kata dia, penggolongan nikel di Cina lebih rendah ketimbang Indonesia. Jadi, amat mungkin bahwa gundukan material yang di Indonesia diklasifikasikan sebagai pasir besi, di Cina dicatat sebagai nikel. Soal kepastian kesamaan data inilah, yang masih terus ditelisik oleh KPK.
"Habis data, baru nanti kita lihat siapa yang terlibat," kata dia.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan menilai kasus ini akan mudah diungkap oleh KPK. Pasalnya, menurut dia, Indonesia sudah memiliki sistem untuk memantau ekspor barang. Dia mengatakan KPK sudah mengecek dugaan itu ke Cina langsung.
"Sudah dilacak oleh beliau (Ketua KPK Firli Bahuri), wong gampang itu karena kita sudah punya ekosistemnya, ini Pak Firli langsung cek di Cina," kata Luhut saat didampingi Firli Bahuri di sela-sela acara Strategi Nasional Pengecahan Korupsi (Stranas PK) di Gedung KPK, Jakarta, Selasa, 18 Juli 2023.
Direktorat Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan juga tengah mengusut kasus ekspor bijih nikel ilegal ini. Mereka menyatakan telah mengantongi bukti berupa 85 dokumen Bill of Landing (BL). Dokumen tersebut merupakan bukti pengangkutan barang melalui kapal laut. BL tersebut sedang dikonfirmasi ke pihak Bea Cukai Cina.
M ROSSENO AJI